Selasa, 01 Mei 2012

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Kebijakan pemerintah yang terkait dalam bidang pendidikan di era reformasi ini adalah lahirnya dan pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang meliputi antara lain: kegiatan belajar mengajar, penilaian berbasis kelas, dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah.[1]
Secara formal penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mulai efektif diterapkan pada awal tahun 2004. Secara teoritis sebenarnya penerapan KBK didasari oleh pemikiran dan semangat yang terkandung dalam UU No. 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, yang berusaha memberdayakan potensi daerah termasuk dalam bidang pendidikan. Kebijakan ini telah disepakati oleh pemerintah melalui Depdiknas dan Depag.[2]
Kurukulum ini merupakan kelanjutan dari kurikulum sebelumnya dengan berbagai penyempurnaan dan muatan yang menekankan kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah proses pembelajaran berlangsung. Penerapan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang diberlakukan pada semua satuan dan jenjang pendidikan, mulai tingkat dasar sampai pendidikan tinggi, secara umum dalam beberapa kasus masih banyak menghadapi berbagai kendala.
Kendala utama yang banyak ditemui adalah masalah kesiapan daerah dalam bidang manajerial dan financial pendidikan yang efektif dalam mengantisipasi kurikulum baru tersebut, yang sangat menekankan pada pemberdayaan kompetensi siswa berdasarkan potensi yang ada di daerah masing-masing. Muatan kurikulum yang ditekankan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) secara esensial berangkat dari pemikiran bahwa pendidikan harus mempunyai relevansi dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.[3]
Selama ini kurikulum yang ada lebih mencerminkan semangat sentralisasi akibat pengaruh sistem politik yang sentralistik, sehingga dalam penyusunan kurikulum sangat tergantung pada kebijakan pusat. Ketika kebijakan pendidikan yang sentralistik tersebut mulai dirubah dengan kebijakan baru yang lebih desentralistik, sebagai akibat perubahan politik nasional belakangan ini, terutama dalam penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), maka sangat terasa adanya berbagai ketimpangan berupa ketidak jelasan makna yang terkandung dari esensi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), sampai dalam tingkat operasionalnya.[4]
Kurikulum merupakan pedoman mendasar dalam proses belajar dan mengajar di dunia pendidikan. Berhasil tidaknya suatu pendidikan, mampu tidaknya seorang anak didik dan pendidik dalam menyerap dan memberikan pengajaran, dan suksesnya tujuan pendidikan itu dicapai tentu akan sangat berpeluang kepada kurikulum.
Ketika kurikulumnya didesain dengan sistematis dan komprehensif serta integral dengan segala kebutuhan pengembangan dan pembelajaran anak didik untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupannya, tentu hasil atau output pendidikan itu pun akan mampu mewujudkan harapan. Bila tidak, kegagalan demi kegagalan akan terus membayangi dunia pendidikan.[5]
KBK adalah salah satu konsep kurikulum, yang pada dasarnya untuk memberikan pengetahuan, pemahaman dalam proses belajar dan mengajar sehingga apa yang menjadi tujuan dari lembaga pendidikan tercapai walaupun tidak keseluruhan.
B.     Rumusan Masalah
Supaya kajian ini sistematis dan tidak jauh dari kajian yang kita bahas maka, masalah yang kita bahasa fokus pada:
1.      Apakah pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
2.      Bagaimana pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

C.     Tujuan penulisan
1.      Untuk mendiskripsikan pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
2.      Untuk mendiskripsikan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)




















BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian kurikulum berbasis kompetensiKBK
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi kurikulum. Kemuculan KBK seiring dengan munculnya semangat reformasi pendidikan, diawali dengan munculnya kebijakan pemerintah diantaranya lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, undang-undang No.25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonomi, serta lahirnya Tap MPR No.IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan dimasa depan.[6]
Kelahiran berbagai perangkat kebijakan pemerintah seperti diatas, didorong oleh perubahan dan tuntutan kebutuhan masyarakat dalam dimensi global. Dalam perspektif global, yang ditandai dengan semakin mengecilnya dunia sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, menyebabkan terjadinya fenomena perkembangan ekonomi berbasis pengetahuan.
Di samping itu, rendahnya kualitas pendidikan merupakan faktor pendorong lain perlunya perubahan kurikulum dalam konteks reformasi pendidikan. Misalkan hasil laporan Bank Dunia (1992) berdasarkan studi IAEA[7] (International Association for the Evaluation of Educational Achievement) di beberapa negara asia, menunjukkan keterampilan membaca siswa kelas IV SD kita, berada pada peringkat terendah. Anak-anak SD kita hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan. Sedangkan negara lain seperti Hongkong 75,5%, Singapura 74,0%, Thailand 65,1%, Filipina 52,6% dan Indonesia 51,7%.
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performance tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.[8] Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
Ronald C. Doll mendefinisikan bahwa kurikulum itu adalah seluruh pengalaman yang ditawarkan pada peserta didik di bawah arahan sekolah.  Siskandar kepala pusat kurikulum Depdiknas mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi tiada lain adalah pengembangan kurikulum yang bertitik tolak dari kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa setelah menyelesaikan pendidikan, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai dan pola berfikir serta bertindak sebagai refleksi dari pemahaman dan penghayatan dari apa yang telah dipelajari siswa.[9]
Konsep kurikulum sebagai suatu program atau rencana pembelajaran, tampaknya diikuti pula oleh para ahli kurikulum dewasa ini, seperti Donald E. Orlosky dan B. Othanel Smith (1978) dan Peter F. Oliva (1982), yang menyatakan bahwa kurikulum pada dasarnya adalah sebuah perencanaan atau program pengalaman siswa yang diarahkan sekolah.[10]
Kurikulum sebagai suatu rencana tampaknya juga sejalan dengan rumusan kurikulum menurut Undang-undang pendidikan kita yang dijadikan sebagai acuan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan, yaitu UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Bab 1 pasal 1 ayat 19), mengartikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[11]
Dalam dokumen kurikulum 2004 dirumuskan bahwa KBK merupakan merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan (Depdiknas 2002). Menurut Hilda Taba KBK yaitu kurikulum sebagai suatu rencana. Ini berarti dalam KBK yang lebh ditekankan adalah kompetensi atau kemampuan apa yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu, sedangkan masalah bagaimana cara mencapainya, secara operasional diserahkan kepada guru dilapangan.[12]
Bertolak dari pandangan tersebut, maka pembahasan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) terbatas pada pertimbangan penyusunan struktur kurikulum serta silabus dari setiap subyek mata pelajaran, termasuk berbagai kegiatan pembelajaran yang merupakan implikasi dari penekanan KBK tersebut. Dengan demikian, kompetensi merupakan pusat perhatian dalam perancangan kurikulum, berbagai kebijakan untuk perancangan berbagai aktivitas belajar lainnya, mengikuti arah dan tujuan dari pembinaan kompetensi-kompetensi yang diharapkan.[13]
Lalu apa sebenarnya kompetensi itu. Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampialan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Mc Ashan[14] (1881: 45) mengemukakan bahwa kompetensi: is knowledge, skill, and abilities or capabilities that a person achieves, which became part of his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform partikuler cognitive, affective, and psychomotor behaviors (diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang di kuasi oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari diri sendiri, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya).
Sejalan dengan itu, Finch dan Crunkilton[15] (1979:222), mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan appresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.
Oleh sebab itu, kompetensi yang harus di kuasai oleh peserta didik perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil belajar peserta didik yang mengacau pada pengalaman langsung.  Peserta didik perlu mengetahui tujuan belajar, dan tingkat-tingkat penguasaan yang akan digunakan sebagai kriteria pencapaian eksplisit, dikembangkan berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, dan memiliki kontribusi terhadap kompetensi-kompetensi yang sedang dipelajari.
Menurut Siskandar, kompetensi itu adalah, keterampilan dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan-kebiasaan itu harus mampu dilaksanakan secara kosisten dan terus-menerus, serta mampu untuk  melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupan, baik profesi, keahlian, maupun lainnya.[16]
Menurut Hall dan Jones (1976) kompetensi adalah pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur. Spencer mengatakan bahwa kompetensi merupakan karekteristik mendasar seseorang yang berhubungan timbal balik dengan suatu kriteria efektif dan atau kecakapan terbaik seseorang dalam pekerjaan atau keadaan, kompetensi dapat menentukan dan memprediksi apakah seseorang dapat bekerja dengan baik atau tidak dalam ukuran yang spesifik, tertentu, atau standar.[17]
Sementara Gordon[18] (1988:109) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut:
1.      Pengetahuan (Knowledge); yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya.
2.      Pemahaman (understanding); yaitu kedalam kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik, agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien.
3.      Kemampuan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan guru dalam memilih, dan membuat alat peraga sederhana untuk memberi kemudahan belajar kepada peserta didik.
4.      Nilai (value); adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain-lain)
5.      Sikap (attitude); yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan upah/gaji dan sebagainya.
6.      Minat (interest); adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu.

1.1  Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Dari uraian tentang pengertian kurikulum berbasis kompetensi (KBK), kita dapat menangkap dua makna yang tersirat. Pertama,  kurikulum berbasis kompetensi (KBK) mengharapkan adanya hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna. Kedua,kurikulum berbasis kompetensi (KBK) memberikan peluang kepada siswa sesuai dengan keberagaman yang dimiliki masing-masing. Makna pertama yang mengandung pengertian, dalam KBK siswa tidak sekedar dituntut untuk memahami sejumlah konsep, akan tetapi bagaimana pemahaman konsep tersebut berdampak terhadap prilaku dan pola pikir sehari-hari, inilah hakikat pengalaman yang bermakna (meaningfull learning).[19]
Makna yang kedua, adalah dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menghargai bahwa setiap siswa memiliki kemampuan, minat, dan bakat yang berbeda. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) memberikan peluang kepada setiap siswa untuk belajar sesuai dengan keberagaman dan kecepatan masing-masing. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus didesain agar dapat melayani setiap keberagaman tersebut. Artinya siswa dituntut untuk menggunakan berbagai sumber informasi, yang tidak mengandalkan apa yang disampaikan seorang guru saja, akan tetapi dari sumber lainnya termasuk dari media elektronika semacam komputer dan internet.
Berdasarkan makna tersebut, maka kurikulum berbasis kompetensi (KBK) sebagai sebuah kurikulum memiliki tiga karakteristik utama[20]:
1.      Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa, artinya melalui kurikulum berbasis kompetensi (KBK) diharapkam siswa memiliki kemampuan standar minimal yang harus dikuasai.
2.       Implementasi pembelajaran dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menekankan kepada proses pengalaman dengan memerhatikan keberagaman setiap individu, artinya pembelajaran  tidak sekedar  diarahkan untuk mengusai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana materi itu dapat menunjang dan mempengaruhi kemampuan berfikir dan kemampuan bertindak sehari-hari.
3.      Evaluasi dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menekankan pada evaluasi  hasil dan proses, artinya tidak hanya mengukur aspek  pengetahuan saja, akan tetapi sikap dan keterampilan.
Sementara Depdiknas[21] (2002) mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi (KBK) memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.      Menekankan pada ketercapaian kompetansi siswa baik secara individual maupun klasikal, artinya KBK pada intinya adalah sejumlah kompetensi yang harus dicapai oleh siswa, selanjutnya dinamakan standar minimal atau kemampuan dasar.
2.      Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman, artinya keberhasilan pencapaian kompetensi dasar diukur oleh indikator hasil belajar. Indikator inilah yang kemudian dijadikan acuan apakah kopetensi sudah tercapai atau belum.
3.      Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, artinya sesuai dengan keberagaman siswa, metode yang digunakan dalam proses pembelajaran harus bersifat multi metode. Oleh sebab itu proses pembelajaran harus bervariasi.
4.      Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur  edukatif, artinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam pembelajaran KBK guru bukan satu-satunya sumber belajar, guru berperan hanya sebagai fasilitator untuk mempermudahkan siswa dari berbagai macam sumber belajar.
5.      Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Artinya keberhasilan pembelajaran KBK tidak hanya diukur sejauh mana siswa dapat menguasai isi atau materi pelajaran, akan tetapi juga bagaimana cara mereka menguasai pelajaran tersebut.

2.      Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Pendidikan merupakan proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu dan perkembangan masyarakat. Kemajuan masyarakat dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya. Kurikulum berfungsi sebagai alat dalam proses pendidikan sekolah. Di dalamnya bukan hanya berisi tentang arah dan tujuan yang ingin dicapai, akan tetapi juga menyangkut isi, pedoman dalam menyusun prosedur atau strategi mencapai tujuan serta cara mengevaluasi keberhasilan pencapain tujuan pendidikan.
Ada beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum. Pertama, prinsip relevanvi. Ada dua relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu relevansi keluar dan relevansi di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar makksudnya tujuan, isi, dan  proses belajar mengajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Kurikulum menyiapkan siswa untuk bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat. Relevansi di dalam yaitu ada kesesuaian atau konsisten antara kompenen-kompenen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian.[22]
Perinsip kedua, adalah fleksibelitas, kurikulum hendaknya memilih sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak didik untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang, disini dan ditempat lain bagi anak didik yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda.
Perinsip ketiga adalah kontinuitas atau kesinambungan. Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau berhenti-henti. Kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas, dengan kelas lainnya. Artinya bahan pelajaran (subject matters) yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi hendaknya sudah diajarkan pada tingkatan pendidikan sebelumnya atau dibawahnya. Bahan pelajaran yang telah diajar pada tingkat yang lebih rendah tidak harus diajarkan lagi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.[23]
Prinsip keempat adalah praktis, mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip-prinsip efisien. Betapapun bagus dan idealnya suatu kurikulum kalau menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus dan mahal pula biayanya, maka kurikulum tidak praktis dan sukar dilaksanakan.
Prinsip kelima adalah efektifitas, walaupun kurikulum tersebut harus murah, sederhana, dan murah tetapi keberhasilannya tetap harus diperhatikan. Keberhasilan pelaksanaan kurikulum ini baik secara kuantitas maupun kualitas. Keberhasilan pelaksanaan kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari perencanaan pendidikan. Keberhasilan kurikulum akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan.
Pengembangan kurukulum berbasis kompetensi (KBK) seperti pengembangan kurikulum pada umumnya terdiri dari beberapa tingkat, yaitu tingkat nasional, tingkat lembaga, tingkat bidang studi, dan tingkat satuan bahasan (modul)[24]
a.       Pengembangan kurikulum tingkat nasional, dalam kaitannya dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), pengembangan kurikulum tingkat nasional dilakukan dalam rangka mengembangkan standar kompetensi untuk masing-masing jenjang dan jenis pendidikan, terutama pada jalur pendidikan sekolah.
b.      Pengembangan kurikulum tingkat lembaga, kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini antara lain: (1), mengembangkan kompetensi lulusan, dan merumuskan tujuan-tujuan pendidikan pada berbagai jenis lembaga pendidikan. (2), berdasarkan kompetensi dan tujuan diatas selanjutnya dikembangkan bidang-bidang studi yang akan diberikan untuk merealisasikan tujuan tersebut. (3), mengembangkan dan mengidentifikasi tenaga-tenaga kependidikan (guru dan non guru) sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan. (4), mengidentifikasi fasilitas pembelajaran yang diperlukan untuk memberi kemudahan belajar.
c.       Pengembangan kurikulum tingkat bidang studi (penyusunan silabus), kegiatan yang yang dilakukan antara lain: (1), mengidentifikasi dan menentukan jenis-jenis kompetensi dan tujuan setiap bidang studi. (2), mengembangkan kompetensi dan pokok-pokok bahasan, serta mengelompokkannya sesuai dengan ranah pengetahuan, pemahaman, kemampuan (keterampilan), nilai, dan sikap. (3), mendekripsikan kompetensi serta mengelompokkannya sesuai dengan skope dan skuensi. (4), mengembangkan indikator untuk setiap kompetensi serta kriteria pencapainya. Program pengembangan
d.      Pengembangan kurikulum tingkat satuan bahasan (modul). Dalam KBK pembelajaran yang dikembangkan adalah modul, sehingga kegiatan pengembangan kurikulum pada tingkat ini adalah menyusun dan mengembangkan paket-paket modul.
Tentunya penyusunan silabus mengacu pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan perangkat kompenen-kompenennya yang disusun oleh pusat kurikulum, badan penelitian dan pengembangan, departemen pendidikan nasional. Sekolah yang mempunyai kemampuan mandiri dapat menyusun silabus yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya setelah mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan setempat. Penyusunan silabus dapat dilakukan dengan melibatkan para ahli atau instansi yang relevan di daerah setempat seperti tokoh masyarakat, instansi pemerintah, instansi swasta termasuk perusahaan dan industri atau perguruan tinggi.[25]
Pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah proses penyusunan rencana dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya. Seller dan Miller (1985)[26] mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus. Seller mamandang bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dari menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan umum, misalnya arah dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakikat belajar dan hakikat anak didik, pandangan tentang keberhasilan implementasi kurikulum dan lain sebagainya.
Orientasi pengembangan kurikulum menurut Seller menyangkut enam aspek, yaitu:
1.      Tujuan pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan, artinya hendak dibawa kemana siswa yang kita didik.
2.      Pandangan tentang anak: apakah anak dianggap sebagai organism yang aktif atau pasif.
3.      Pandangan tentang proses pembelajaran: apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagai proses transpormasi ilmu pengetahuan atau mengubah prilaku anak.
4.      Pandangan tentang lingkungan: apakah lingkungan belajar harus dikelola secara formal, atau secara bebas yang dapat memungkinkan anak belajar bebas.
5.      Konsepsi tentang peranan guru: apakah guru harus berperan sebagai instruktur yang bersifat otoriter, atau guru dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi bimbingan dan bantuan pada anak untuk belajar.
6.      Evaluasi belajar: apakah mengukur keberhasilan ditentukan dengan tes atau nontes.

2.1  Asas pengengembangan kurikulum berbasis kompetensi
Pendidikan merupakan proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu dan perkembangan masyarakat. Kemajuan suatu masyarakat dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya. Kurikulum berfungsi sebagai alat dalam proses pendidikan di sekolah. Di dalamnya bukan hanya berisi tentang arah dan tujuan yang ingin dicapai, akan tetapi juga menyangkut isi, pedoman dalam menyusun prosedur atau strategi mencapai tujuan serta, cara mengevaluasi keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan.
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) sebagai pedoman dan alat pendidikan bagi guru, didasarkan pada tiga asas pokok, yaitu asas filosofis, asas psikologis dan asas sosiologis-teknologis. Pertama, asas filosofis berkenaan dengan sistem nilai (value sistem) yang berlaku dimasyarakat. Sistem nilai erat kaitannya dengan arah dan tujuan yang harus dicapai.[27]
Dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), filsafat sebagai sistem nilai menjadi sumber utama dalam merumuskan tujuan dan arah pendidikan. Isi KBK yang disusun harus memuat dan mencerminkan nilai-nilai pancasila. Secara jelas tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari sistem nilai pancasila sebagaimana di rumuskan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas pasal 3, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembang potensi peserta didik,  agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermakhluk mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[28]
Pemahaman guru pada setiap jenjang dan jenis pendidikan terhadap tujuan akhir pendidikan seperti dirumuskan diatas, sangat diperlukan. Oleh sebab itu keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat ditentukan oleh setiap guru yang langsung berhadapan dengan siswa sebagai subjek belajar.
Dengan pemahaman tujuan pendidikan itu, maka setiap guru tidak akan merasa bahwa mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat berkontribusi terhadap pembentukan manusia beriman dan bertaqwa sesuai dengan sistem nilai yang berlaku.
Kedua, asas psikologis berhubungan dengan aspek kejiwaan dan perkembangan peserta didik. Mengapa KBK harus didasarkan pada asas psikologis? Okarena pertama, secara psikologis anak didik memiliki perbedaan baik perbedaan minat, bakat maupun potensi yang dimilikinya. Walaupun secara fisik mungkin saja ada dua orang anak sama, akan tetapi secara psikologis tidak mungkin sama.
Kedua, anak adalah organisme yang sedang berkembang. Pada setiap tahapan perkembangannya mereka memiliki karakteristik dan ciri tertentu. Dengan demikian baik tujuan, isi dan strategi pengembangan KBK harus memerhatikan kondisi psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak. Pemahaman tentang anak bagi seorang pengembang kurikulum termasuk guru sangatlah penting. Kesalahan persepsi atau kedangkalan pemahaman tentang anak, dapat menyebabkan kesalahan arah dan kesalahan praktik pendidikan.
Sedangkan ketiga, asas sosiologis dan tehnologis. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik agar mereka dapat berperan aktif dimasyarakat. Oleh karena itu kurikulum sebagai alat dan pedoman dalam proses pendidikan di sekolah harus relevan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.[29]
Sesuai dengan perubahan dan lompatan-lompatan yang sangat cepata, maka KBK yang berfungsi sebagai alat pendidikan, harus menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi baik isi maupun prosesnya. Penyesuaian kurikulum terhadap berbagai fenomena yang muncul, dapat dilihat dari struktur dan isi KBK itu sendiri. Ketiga asas sebagaimana dijelaskan diatas merupakan landasan pokok dalam mengembangkan KBK.
Penyusunan dan pelaksanaan KBK didasarkan pada Sembilan prinsip[30] yaitu: (1) keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur (2) penguatan integritas nasional (3) keseimbangan antara etika, logika, estetika, dan kinestika (4) kesamaan memperoleh kesempatan (5) abad pengetahuan dan teknologi (6) pengembangan kecakapan hidup (life skill) (7) belajar sepanjang hayat (8) berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif (9) pendekatan menyeluruh dan kemitraan.

D.    Studi Kritis Terhadap Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Pengembangannya.
Perubahan kurikulum memberikan dampak besar bagi proses pembelajaran yang berlangsung. Pendidikan di Indonesia telah mengalami perubahan kurikulum beberapa kali, yaitu pada tahun 1968, 1975, 1984, 1994,1999, dan sampai pada kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi (BalitbangDepdiknas, 2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yaitu suatu kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan(kompetensi) tugas-tugas dengan standar reformasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkatkompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan,pemahaman, kemampuan, ketetapan, dan keberhasilan dengan penuhtanggung jawab (Mulyasa, 2004: 39)
Berdasarkan pengertian kompetensi tersebut, kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas sesuai dengan performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab. KBK memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan.
Paling tidak ada tiga landasan teoritis yang mendasari kurikulum berbasis kompetensi. Pertama, adanya pergerseran pembelajran kelompok ke arah pembelajaran individual. Dalam pembelajaran individual setiap peserta didik dapat belajar sendiri sesuai dengan cara dan kemampuan masing-masing, serta tidak bergantung kepada orang lain.
Kedua, mengembangkan konsep belajar tuntas (mastery learning) atau belajar sebagai penguasaan (learning for mastery) adalah falsafah pembelajaran yang mengatakan bahwa sistem pembelajaran yang tepat, semua peserta didik dapat mempelajari semua bahan yang diberikan dengan hasil yang baik. Ketiga, mendefinisikan kembali terhadap bakat. Dalam kaitan ini Hall (1986) menyatakan bahwa setiap peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, jika diberikan waktu yang cukup[31].
Sekilas kita melihat bahwa KBK memiliki kelebihan, artinya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dirancang sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan kemampuan (kompetensi) bagi perserta didik tentunya sesuai dengan performance dan kemampuan peserta didik, yang ending pointnya adalah menghasilkan lulusan yang kompotitif dalam bidangnya.
Senada dengan diatas bahwa kurikulum berbasis kompetensi (KBK) memiliki kelemahan, sebagaimana dikutip Jackson[32] (1994) juga dipertegas oleh Adi[33] (2003) mereka menilai bahwa KBK bersikap sangat birokratis, terlalu rumit, mahal, dan membutuhkan waktu yang banyak untuk mengimplementasikan disekolah.
Terlepas dari konradiktif kelebihan dan kelemahan kurikulum berbasis kompetensi (KBK), jelas bahwa kurikulum merupakan pondasi utama dalam lembaga pendidikan, karena kurikulum merupakan pedoman dan rujukan bagi tenaga pendidik dan kependidikan dalam menyampaikan pelajaran kepada peserta didik, dan untuk mencapai tujuan pendidikan sebagaimana yang dikutip oleh Mauritz Johnson dan di perkuat oleh Mac Donald (1965).[34]
Namun kita menyadari bahwa penerapan kurikulum berbasis kompetensi masih jauh dari apa yang diharapkan, meskipun ada beberapa lembaga pendidikan yang mencoba melaksanakan kurikulum berbasis kompetensi misalkan STAIN Jurai Siswo Metero[35], yang pada kesimpulannya bahwa untuk menerapkan kurikulum tersebut dibutuhkan sosialisasi dari pemerintah secara merata kepada pelaku pendidikan dari tingkat pusat, propinsi, bupaten/kota dan penyedian sarana prasarana sebagai pendukung dalam menerapkan kurikulum tersebut.
 Perubahan atau pergantian kebijakan pemerintah terkait dengan kurikulum juga menjadi faktor kurang baik terhadap pelaksanaan sosialisasi dan implimentasi kurikulum, misalanya kurikulum 2004 belum sepenuhnya terialisasi muncul kemudian kurikulum 2006 (KTSP) sampai sekarang, ini menjadi problematika bagi penyelenggara pendidikan dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi perubahan kurikulum sejalan dengan adanya pergantian atau penentu kebijakan (Kemendikbud). Oleh sebab itu, untuk menciptakan lembaga pendidikan yang bermutu sebagaimana yang diamanahkan oleh Undang-undang pemerintah dan masyarakat dalam hal ini memiliki peran penting untuk selalu mengontrol proses belajar mengajar di lembaga pendidikan, terutama berkaitan dengan media pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari beberapa uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa:
1.      Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performance tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
2.      Pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah proses penyusunan rencana dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya. Pengembangan kurikulum harus dimulai dari menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan umum, misalnya arah dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakikat belajar dan hakikat anak didik, pandangan tentang keberhasilan implementasi kurikulum dan lain sebagainya. Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) sebagai pedoman dan alat pendidikan bagi guru, didasarkan pada tiga asas pokok, yaitu asas filosofis, asas psikologis dan asas sosiologis-teknologis.








DAFTAR RUJUKAN
Abidin Zainal, Problematika Penerapan KBK di STAIN Jurai Siswo Metro, TAPIS VOL.07 No. 02 Juli 2007
Departemen Agama RI, (2003) Kumpulan Hasil Lokakarya dan Review kurikulum Berbasis Kompetensi,  Prigen, DITMAPENDA

Idi Abdullah, (2007) Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Ar-Ruzz media, Jogjakarta.

Jackson Philip W, Handbook of Research on Curriculum, Neew York MacMillan Publising Company.

Jackson,N, 1994 If competence is the answer, what is the question? In A Collection,
of Original Essays on Curriculum for the Workplace, , Geelong Australia Deakin niversity.
Mulyasa E. (2006) Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep Karakteristik, dan Implimentasi, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mapenda, (2003) Standar Nasional Kurikulum Pendidikan Keagamaan, Depertemen Agama RI, Jakarta.

Muslich Mansur, (2007) KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual Panduan bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas, Bumi Aksara, Jakarta.

Rosyada Dede, (2004) Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model Pelibatang Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Prenada Media, Jakarta.

Sukmadinata Syaodih Nana, (2011) Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Rosdakarya, Bandung.

Sanjaya Wina, (2006) Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana, Jakarta.

Tohari Hamim, (2003) Stretegi Penyusunan KBK Secara Teoritis, Lokakarya KBK Prigen: DITMAPENDA/F. Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional.

Zainuddin H.M. (2008), Reformasi Pendidikan Kritik Kurikulum dan Manajemen Berbasis sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta



[1] Dr. H.M. Zainuddin, M.Pd, Reformasi Pendidikan Kritik Kurikulum dan Manajemen Berbasis sekolah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008, 192
[2] Departemen Agama RI, Kumpulan Hasil Lokakarya dan Review kurikulum Berbasis Kompetensi,  DITMAPENDA, Prigen, 2003, hlm 16
[3] Hamim Tohari, Stretegi Penyusunan KBK Secara Teoritis, Lokakarya KBK Prigen: DITMAPENDA/F. Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2003, hlm. 13
[4] Ibid, hlm. 16
[5] Dr. Abdullah Idi, M.Ed, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta, Ar-Ruzz media,2007, 5
[6] Dr. Wina Sanjaya, M.Pd, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana, 2006, 8
[7] W. Philip Jackson, Handbook of Research on Curriculum, Neew York MacMillan Publising Company
[8] Dr. E. Mulyasa, M.Pd, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep Karakteristik, dan Implimentasi, Bandung, Remaja Rosdakarya: 2006, 39
[9] Dr. Dede Rosyada, MA, Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model Pelibatang Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Prenada Media, 2004, 46-47
[10] Dr. Wina Sanjaya, M.Pd, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana, 2006, 4
[11] Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional
[12] Opcit, 6
[13] Ibid, 48
[14]Dr. E. Mulyasa, M.Pd, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006, 37.
[15] Ibid, 38
[16] Mapenda, Standar Nasional Kurikulum Pendidikan Keagamaan, Jakarta: Depertemen Agama RI, 2003, 7
[17] Mansur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual Panduan bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas, Jakarta: Bumi Aksara, 2007, 15
[18] Dr. E. Mulyasa, M.Pd, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006, 39
[19] Dr. Wina Sanjaya, M.Pd, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana, 2006, 10
[20] Ibid, 11
[21] Dr. E. Mulyasa, M.Pd, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006, 42.
[22] Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Bandung: Rosdakarya, 2011, 150
[23] Dr. Abdullah Idi, M.Ed, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta, Ar-Ruzz media,2007, 182
[24] Dr. E. Mulyasa, M.Pd, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006, 63-64
[25] Ibid, 65
[26] Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd, Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana, 2010, 31-32
[27] Dr. Wina Sanjaya, M.Pd, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana, 2006, 17
[28] Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas.
[29] Opcit, 19-20
[30] Mansur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual Panduan bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas, Jakarta: Bumi Aksara, 2007, 18
[31] Zainal Abidin, Problematika Penerapan KBK di STAIN Jurai Siswo Metro, TAPIS VOL.07 No. 02 Juli 2007
[32] N. Jackson, If competence is the answer, what is the question? In A Collection,
of Original Essays on Curriculum for the Workplace, Australia Deakin niversity, Geelong, 1994 135-149.
[33]Made Kerta Adi.. Studi evaluatif tentang kesiapan guru IPS dalammengimplementasikan KBK, SMUN se-kota Denpasar tahun pelajaran 2002-2003. Singaraja: Disertasi Program Pascasarjana Jurusan PEP IKIP Negeri
Singaraja (tidak dipublikasikan). 2003
[34] Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung, Rosda Kaerya, 2011, 5
[35] STAIN JURAI SISWO METRO,TAPIS VOL.07 No. 02 Juli 2007.