Senin, 07 Oktober 2013

ISLAM MODERNIS



Islam Modernis

Isalam modernis yang sering kali dikolompokkan sebagai kebalikan dari islam tradisionalis merupakan corak paham ke-islaman yang mulai intensif penggunaannya pada awal abad ke-20M. yaitu setelah timbulnya gerakan pembaharuan islam yang terjadi di beberapa negara matoritas berpenduduk islam, seperti Saudi Arabia, Mesir, Turki, Indonesia dan Pakistan.
Kata modernis yang berada di belakang kata islam, berasal dari bahasa inggris modernistic yang berarti model baru. Selanjutnya dalam kamus umum bahasa Indonesia, kata moderen diartikan sebagai yang terbaru, cara baru, mutahir. Kata moderen erat kaitannya dengan kata moderenisasi yang berarti pembaharuan atau tajdid (baca arab).
Dalam masyarakat barat moderenisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha-usaha untuk mengubah paham- paham, adat istiadat, institusi-institisi lama. Dalam islam moderenisasi adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan re-interpretasi terhadap pemahaman, pemikiran dan pendapat tentang masalah ke-islaman yang dilakukan oleh pemikiran terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman. Yang diperbaharui oleh paham ini adalah pemikiran atau pendapat, bukan memperbaharui atu mengubah apa yang terdapat dalam Al-qur’an maupun Al-hadist.
Dalam perkembangan selanjutnya ada pula pendapat yang mengatakan bahwa pengertian yang mudah tentang moderenisasi ialah pengertian yang identik dengan pengertian rasionalisasi. Dalam hal itu berarti proses perombakan pola berfikir dan tata kerja lama yang tidak akliah (rasional), dan menggantinya dengan pola berfikir dan tata kerja baru yang akliah.
Berdasarkan uraian diatas, kiranya dapat diperoleh suatu pemahaman bahwa yang dimaksud dengan modernis adalah paham ke-islaman yang didukung oleh sikap yang rasional, ilmiah serta sejalan dengan hokum-hukum Tuhan baik yang terdapat dalam Al-qur’an (wahyu tertulis) maupun dalam alam raya berupa sunnatullah (wahyu tidak tertulis). Islam modernis bersrti pula islam yang dalam pemikirannya bersifat dinamis, prigresif dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Islam modenis juga timbul sebagai respon terhadap berbagai keterbelakangan yang dialami oleh umat  islam, seperti keterbelakangan dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan,dan sebagainya. Keadaan seperti ini dinilai tidak sesuai dengan islam sebagaiman terdapat dalm al-qur’an dan sunnah. Dalam kedua sumber tersebut, islam digambarkan sebagai agama yang membawa kepada kemajuan dalam segala bidang untuk terciptanya kemaslahatan umat. Namun dalam kenyataan , umat islam tidak memperlihatkan sikapnya yang sejaln dengan al-qur’an dan sunnah.
Penyebab terjadinya kemunduran umat islam sebagai berikut:
v    Umat islam mundur karena telah meninggalkan ajaran islam yang sebenarnya dan mengikuti ajaran yang datang dari luar lagi asing bagi islam.
v    Umat islam mundur dikarenakan politik, yaitu islam mengalami perpecahan dikalngan umat islam.
v    Umat islam mundur karena lemahnya persaudaraan.
v    Umat islam mundur disebabkan karena paham jumud (beku).
v    Umat islam mundur karena masduknya berbagi macam bid’ah kedalam islam.
Islam modernis di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak awal abad kedua puluh. Pada tahun 1906 misalnya muncul apa yang disebut kelompok muda di Sumatra barat, tepatnya di minagkabau.mereka adalah Haji Abdul Karim Amarullah, Haji Abdul Ahmad dan Syaikh Daud Rasyidi. Kelompok ini mendapat tantangan dari kelompok tua yang terdiri dari Syaikh Khatib Ali, Khatib Syayidina, Syaikh Bayang, Syaikh Seberrang, dan seterusnya.
Pemikiran islam modernis selanjutnya di kembangkan dan di masyarakatkan oleh nurcholis madjid melalui beberapa karyanya. Dalam berbagai karyanya dia mengatakan bahwa bagi umat islam, moderenisasi adalah suatu keharusan bahkan suatu kewajiban mutlak. Modernisasi adalah perintah dan ajaran Tuhan. Munaweir Sjadzali dalam bukunya yang berjudul islam dan tata negara, mengatakan bahwa dalam kitab suci umat islam itu terdapat seperangkat prinsip dan tata nilai etika bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Al-qur’an anatara lain mengajarkan prinsip tauhid, permusyawaratan dalam mencari pemecahan masalah-masalah bersama, ketaaatan kepada pemimpin, saling menghormati dalam hubungan antara umat-umat dari berbagai agama.
Dengan uraian diatas, dapat diketahui dengan jelas bahwa islam modernis di Indonesia benar-benar eksis dan memiliki peranan dan fungsi yang amat strategis di Indonesia. Sejalan dengan itu, maka  islam modernis menghendaki agar pintu ijtihad tetap terbuka, dan umat islam yang memiliki kemampuan dan kepribadian yang baik agar tidak ragu-ragu berijtihad bagi kepentingan umat.      

ISLAM LIBERAL



Islam Liberal
03/14/2002 - Arsip Artikel
Perkembangan pemikiran Islam berjalan sesuai dengan perkembangan sejarah manusia muslim. Berbagai masalah timbul dan terjadi membutuhkan pemecahan. Pada abad-abad jarah perkembangan Islam tidak banyak diwarnai peninjauan ulang terhadap berbagai pemikiran tetapi setelah abad ketiga dengan diadopsinya filsafat Yunani oleh para intdektual muslim menjadikan babak baru bagi perdebatan pemikiran Islam yang melahirkan banyak trend pemikiran.
Perjalanan pemikiran Islam itu juga dipengaruhi oleh naik turunnya kekuasaan pada abad ke-15, terjadi kemerosotan pemikiran Islam serta ditandai oleh kejumudan berpikir sehingga kekuasaan para penjajah menjadi kuat di hampir semua negara Islam yang terjajah, apa lagi para penjajah ini juga membawa konsepsi pemikiran yang sengaja dikembangkan untuk menyingkirkan atau paling tidak memdistorsi pemikiran Islam. Karena itu terjadi penurunan pemikiran di antara umat Islam sendiri. Ada yang ingin mempertahankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan mereka, kelompok ini disebut oleh para orientalis sebagai kelompok konservatif sedangkan anti tesa dari kelompok ini adalah kelompok yang menginginkan perubahan dalam pemikiran Islam sehingga ditarik sedemikian rupa agar sesuai dengan pemikiran modern yang nota bene adalah model Barat. Kelompok kedua inilah disebut dengan kelompok yang berpandangan Liberal (Liberal Islam).

Istilah Islam Liberal
Para orieiitalis Barat berbeda pendapat ketika menilai Islam. Charles Kurzman mencatat sejumlah tokoh yang menilai Islam secara pesimis, seperti Voltaire (1745) dalain bukunya "Mahomet of Fanaticism" menilai bahwa Islam identik dengan kefanatikan. Dalam terminologi politik, kekuasaan Islam berarti dispotisme (kesewenang-wenangan), kata Montesquie, demikian juga Francis Bacon (1622) yang mengidentikkan kekuasaan Islam dengan Monarki Absolut. Sedangkan di bidang militer Islam identik dengan teror seperti diungkap oleh Eugene Delacroix (1824). Bahkan sastrawan Ernest Renon (1862) berpendapat bahwa tradisi Islam identik dengan keterbelakangan dan primitif.
Namun demikian banyak terdapat sejumlah tokoh orientalis Barat yang memandang Islam secara objektif seperti Arnold Toynbee dalam bukunya "The Preaching of Islam " atau John L. Esposito dalam bukunya "The Islamic Threat: Mith or Reality" lebih positif lagi adalah para tokoh Barat yang masuk Islam seperti Leopold Asad, Maryam Jamilah yang menulis buku "Islam and Modernism" dan Roger Gerandy yang menulis "Tromisses De L' Islam."
Menurut Kurzman, bahwa biasanya membicarakan Islam Liberal berarti membandingkannya dengan Liberalisme Barat yang intinya pada daya kritisnya, meskipun terdapat perbedaan diantara keduanya, karena Liberal Islam masih berpijak kepada Al-Quran dan Hadis serta sejarah Islam. Sedangkan menurut Prof. William Montgomery Watt bahwa istilah Islam menunjuk kepada kaum muslimin yang menghargai pandangan Barat dan merasa bahwa kritikan terselubung atau terang-terangan terhadap Islam sebagiannya dapat dibenarkan. Mereka memandang dirinya sebagai umat Islam dan berkehendak menjalani kehidupannya sebagai Muslim. Istilah Liberal Islam identik dengan kalangan modernis dan neo mu'tazilah.
Perkembangan Islam Liberal
Liberal Islam bagi Kurzman, sama seperti kaum pembaharuan yang menyerukan kepada modernitas dan meninggalkan keterbelakangan masa lalu serta menyerukan kapada pengembangan teknologi, ekonomi, demokrasi dan hak-hak resmi. Para tokoh pembaharuan yang disebut-sebut berpengaruh adalah Muhammmad bin Abdul Wahhab dari Saudi Arabia, syekh Jibril bin Umar AI-Aqdisi dari Afrika Barat, Haji Miskin dari Sumatra, Haji Syariat Allah dan Ahmed Brelwi dari Asia Selatan dan Ma Ming Xin dari Cina. Tetapi pengaruh Liberal Islam yang paling kuat dari pembaharuan India yang bemama Shah Wali Allah Addahlawi (1703-1762). Sedangkan Montgomery Watt memandang bahwa Liberal Islam bermula pada abad 19 sampai masa kemerdekaan (1945).
Tokoh-tokoh Islam Liberal
Para tokoh kaum Liberal Islam yang paling menonjol dan banyak dicatat oleh para penulis Barat adalah Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) dari India. Beliau melihat bahwa perlakuan Inggris terhadap kaum muslimin di negaranya sangat sengsara dan diperlakukan tidak adil. Sementara warga hindu dianak-emaskan. Sebagai contoh di kota Bengal, departemen-departemen pemerintahan diletakkan para insinyur, akuntan dan pegawai lainnya dari warga Hindu sementara warga muslim satu dua orang dari 300 anak di perguruan tinggi Inggris di Calcutta tidak sampai 1% adalah orang-orang muslim. Maka Ahmad Khan menulis buku untuk disampaikan kepada pemerintah Inggris di India atas berbagai perlakuan ketidakadilan dan perbuatan sernena-rnena yang menyebabkan kebencian warga muslim kepada Inggris. Sampai pada saatnya tahun 1869 Sayyid Ahmad Khan urnurnya sudah 52 tahun, ia pergi menemani anaknya yang sekolah ke Inggris. Keberangkatannya itu bermaksud untuk mengumpulkan bahan guna membantah para tokoh orientalis Inggris yang menyudutkan sejarah Nabi Muhammad SAW, sampai selesai tulisan berjudul "Essays on The Life of Muhammad" yang berbau apologis narnun tak lama kemudian buku itu diungguli oleh tokoh liberal India bernama Sayyid Amir Ali (1849-1928), namun demikian Sayyid Ahmad Khan telah berhasil memompa semangat kaum muslimin dengan membujuk mereka mengambil kebijaksanaan bekerja sama dengan Inggris. Upaya ini melibatkan penerimaan nilai-nilai Barat hingga taraf tertentu, karena secara tidak langsung dinyatakan bahwa generasi muda muslim akan memasuki sekolah-sekolah yang dibangun guna mendidik mereka menjadi abdi negara. Salah satu prestasi Ahmad Khan adalah pembukaan suatu kolase pada 1877 yang menjadi cikal bakal Universitas Aliqrah yang resmi berdiri pada 1920.
Sedangkan Sayyid Amir Ali dengan bukunya yang terkenal "The Spirit Of Islam" dalarn edisi Indonesia berjudul "Api Islam " itu pada hakekatnya merupakan suatu pandangan tentang Islam dan pembawaannya yang mewujudkan seluruh nilai liberal yang di puja di Inggris pada masa Ratu Victoria. Amir Ali berpandangan bahwa Muhammad adalah "Guru Agung'' seorang yang percaya kepada kemajuan, yang menjunjung tinggi penggunaan akar dan bahkan pelopor agung rasionalisme, yaitu seorang manusia yang benar-benar modern. Islam dipandang sebagai agama paling ideal, yang menanarnkan suatu kepercayaan yang besar kepada Tuhan dan menekankan kesucian moral serta kode etik yang tinggi. Perang-perang yang dilakukannya semata-mata bersifat defensif yang mengangkat martabat wanita, memperbaiki nasib para budak dan mencela perbudakan yang menganjurkan pengetahuan dan ilmu serta menegaskan tanggung jawab manusia dan karsa bebasnya. Di Sudan, muncul Sadiq AI-Mahdi sebagai figur politik yang mendukung gagasan Liberal Islam yang menghendaki Islamisasi yang lebih luas tetapi bukan dengan jalan membentuk masyarakat masa kini dalam cetakan intelektual dan sosial generasi Islam yang menganggap "babwa sya'riah cukup lentur untuk mengijinkan hal ini. Caranya yaitu melampaui madzhab-madzhab hukum Islam dan hanya terikat pada Al-Qur'an dan sunnah serta mampu mengatasi kondisi-kondisi masa kini. Perjuangan itu selanjutnya dikembangkan oleh Dr. Hassan Turabi yang kemudian mengahadapi tantangan hebat dari para ulama setempat seperti Dr. Syaikh Ja'far ldris, Amir AI-Haj dll.
 Keberhasilan kaum Liberal Islam yang paling menonjol adalah ditangan Mustafa Kamal Ataturk (l924) sebagai lembaga sakral umat Islam di dunia, dan merubah pendidikan Islam tradisional menjadi ala Barat bahkan melarang peagajaran bahasa arab sampai-sampai adzanpun tidak diperbolehkan pakai bahasa arab tetapi dikumandangkan dengan bahasa Turki. Suara penolakan khilafah Islamiah sebagai institusi pemerintahan Islam digugat oleh Ali Abd. Raziq (1925) dari Mesir. la mengkritik keabsahan kekhalifahan, tetapi juga mempertanyakan dasar-dasar kekuasaan dalam Islam.Di Indonesia gagasan Islam Liberal diteliti oleh Dr. Greg Barton yang ditulis dalam disertasi doktornya di Monash University, Melbourne, Australia. Penelitian ditekankan mulai tahun 1960 sampai 1990. Gerakan dan pemikiran ini telah mempelopori perkembangan lslam Liberal yang disebut Neo-Modemisme Islam yang telah berpengaruh pada tataran keagamaan, sosial, dan politik.
Gerakan ini secara luas tumbuh dilingkungan para Intelektual yang memiliki latar belakang modern, yang dikombinasikan dengan pendidikan Islam klasik. Kemunculannya di Indonesia merupakan pendorong bagi terbitnya kebangkitan baru satu generasi muslim, terutama kelas menengah kota, sehingga mampu berperan secara lebih liberal dan progresif untuk sebuah Indonesai baru. Disertasi itu memfokuskan kepada empat tokoh penarik gerbong liberal Islam di Indonesia yaitu, Abdurrahman Wahid (Gus Dur, mantan presiden RI ke-4), Dr. Nurcholis Majid (ketua yayasan Paramadina), Johan Efendi (sekertaris Gus Dur di istana) dan Ahmad Wahid (telah wafat). Barton mencoba menempatkan mereka dalam konteks globalisasi dan modemnisasi yang lebih luas.


ISLAM TRADISIONAL



Islam Tradisional
Islam tradisional merupakan salah satu corak paham ke-islaman yang paling populer dan banyak dianut oleh masyarakat islam Indonesia.paham ke-islaman yang sering dikonfrontir dengan islam modernis ini sering dituduh sebagai penghambat kemajuan dan membawa kemunduran umat islam.
Kata tradisional yang berada di belakang kata islam, berasal dari bahasa inggris tradition yang di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi tradisi.yang mana kemudian tradisi diartikan segala sesuatu, seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran dan sebagainya yang turun temurun dari nenek moyang.
Para ulama umumumnya mengartikan bahwa yang dimaksud dengan kebiasan yang baik itu adalah segenap pemikiran dan kreativitas yang dapat membawa manfaat kemaslahatan bagi umat.Yang termasuk dalam katagori tradisi adalah mengadakan peringatan Maulid nabi Muhammad Saw, isra’ Mi’raj, tahun hijriah, dan sebagainya.
Dalam perkembangan selanjutnya, islam tradisional, tidak hanya ditujukan kepada mereka yang berpegang teguh kepada al-qur’an dan al-sunnah melainkan juga kepada produk-produk pemikiran (Hasil ijtihad) para ulama yang di nggap unggul dan kokoh dalam berbagai bidang keilmuan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah islam tradisional akan mampu membawa perubahan bagi umat kalau hanya menerima apa adanya tanpa ada usaha yang lain.
Islam tradisional adalah suatu paham yang tetap berpegang kuat pada ajaran yang telah dianjurkan oleh rasul, tapi kemudian ada seorang pemikir pembaharu islam yang berkomentar bahwa Islam  tidak akan mendapatkan suatu kejayaan seperti dulu, ketika islam tetap menganut yang namanya taklit buta, ini sebenarnya yang membuat umat islam itu mengalami kemunduran.
Pada hakekatnya Islam tradisional adalah suatu paham yang tetap eksis untuk memantau dari pergerakan Islam modernis dan Islam fundamintal, karena adanya Islam modernis dan fundamintal di sebabkan atau dari Islam tradisional
.

Islam tradisional ini mempunyai beberapa ciri:
Ø  Esklusif, yaitu islam tidak mau menerima pemikiran, pendapat dari luar    terutama dalam bidang agama.
Ø  Tidak dapat membedakan antara hal-hal yang bersifat ajaran dengan non ajaran.
Ø  Berorientasi kebelakang.
Ø  Cenderung tekstualis-literalis.
Ø  Cenderung kurang menghargai waktu.
Ø  Cenderung tidak mempermasalahkan tradisi yang terdapat dalam agama.
Ø  Cenderung lebih mengutamakan perasaan dari pada akal pikiran.
Ø  Cenderung bersifat jabariyah dan teoritis, yaitu sikap pasrah, tunduk kepada tuhan.
Ø  Kurang menghargai ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern.
Ø  Jumud dan statis (tidak mau perubahan).


Islam Tradisional
 
.  



 

ISLAM INKLUSIF PLURALIS



ISLAM INKLUSIf  PLURALIS

Agama yang diharapkan membawa missi rahmatan bagi seluruh alam tidak lagi menunjukkan peranannya secara signifikan. Hal ini boleh jadi karena paham keagamaan tersebut telah terkontaminasi oleh berbagai kepentingan politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Kini paham keagamaan dipandang perlu untuk direkonstruksi kembali, dengan mengedepankan semangat kebersamaan dan rahmat bagi seluruh alam. Salah satu diantaranya adalah paham ke-islaman yang bercorak inklusif pluralis.
Kata inklusif berasal dari bangsa Inggris, inclucive yang berarati sampai dengan dan termasuk. Demikian pula kata pluralis juga berasal dari bahasa inggris, plural yang berarti jamak atau banyak. Inklusif pluralis selanjutnya digunakan untuk menunjukkan paham keberagamaan yang didasrkan pada pandangan bahwa agama- agama lain yang ada di dunia ini sebagai yang mengandung kebenaran dan dapat memberikan manfaat serta kesalamatan bagi penganutnya.
Pandangan inklusisf pluralis tersebut secara filosofis teorirtis dapat di jumpai dalam kajian ilmu perbandingan agama. Dalam hubungan ini Schuon misalnya mengatakan bahwa dalam kenyataannya tidak ada bukti-bukti yang mendukung pernyataan bahwa kebenaran unik dan khusus hanya dimiliki agama tertentu saja.   
Temuan lain dalam itu Huston Smith mengatakan bahwa pernyataan keselamatan merupakan monopoli dari salah satu agama saja sebenarnya sama saja dengan mengtakan bahwa tuhan hanya di temukan dalam ruangan ini saja dan tidak ada di ruangan sebelah atau hanya dalam busana saja, dan tidak ada dalam busana lain. Hal ini kemudian dikemukakan Alwi Shihab bahwa keragaman yang inklusif pluralis harus dibedakan dengan kosmopolitannisme, relativisme dan sinkritisme.
Kosmopolitanisme adalah hal yang menunjuk kepada suatu realitas  di mana aneka ragam agama, ras dan suku bangsa hidup berdampingan di suatu lokasi.misalnya kota Newyork, kota ini adalah kota kosmopolitan di mana di kota ini terdapat orang Yahudi, Nasrani, Muslim, Hindu, Budha, bahkan orang yang tanpa agama sekalipun.
Relativisme adalah pandangan bahwa hal-hal yang menyangkut kebenaran atau nilai di temukan oleh pandangan hidup serta kerangka berfikir seseorang atau masyarakatnaya. Sebagaimana akibatnya maka doktrin agama apa pun harus dinyatakan dengan benar.
Selanjutnyta inklusif pluralis bukan pula sinkritisme, yakni menciptakan suatu agama harus  dengan memadukan unsur-unsur tertentu atau sebagian komponen ajaran dari beberapa agama untuk di jadikan bagian integral dari agama baru resebut.
Dengan demikian yang perlu digariskan adalah apabila konsep inklusif pluralis hendak diterapkan di banggsa kita , maka ia harus bersyaratkan satu hal, yaitu kometmen yang kokoh terhadap agama masing-masing. Dengan pandangan keberagaman yang inklusif-pluralis, maka akan terjadi dialog antara agama-agama. Baik muslim maupun agama lainnya berkewajiban menegakkan agama masing-masing.
Dialog ini tidak lebih dari sebuah pendidikan dalam pengertian yang paling luas dan paling mulia. Jika kita bukan seorang yang fanatik, maka konsekuensi dialog tersebut tidak lain akan memeperkaya bagi setiap pelakunya.
Paham ke- islaman inklusif- pluralis sebagaimana digambarkan di atas, hingga saat ini masih diperdebatkan, atau tegasnya masih mendapat tantangan dari paham ke-islama yang eksklusif, simbolistik, formalistic- legalistic. Yaitu paham yang tidak mengakui ke-beragaman agama lain sebagai yang memiliki kebenaran dan pangakuanm terhadap Tuhan, serta dengan lebih mengutamakan mereka yang bersifat lahiriah dan menuntut orang lain harus menggunakan istilah-istilahyang terdapat dalam agama lain. 
Para mufassirin kalsik mengomentari tentang islam inkusif pluralis dengan berlandaskan pada Al-qur’an(Al- Imran :85) dan Al- Imran: 19. Barang siapa yang mencari agama selain islam , maka seali-kali tidak akan diterim, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi. Sesungguhnya agama( yang di ridhai) disisi Allah hanyalah islam.
Para mufassirin maengalami kesulitan dalam menafirkan hal ini, karena ayat diatas betentangan dengan Al-qur’an surat al- Baqarah ayat 62(lih, Qur’an) . al- Thabari memberikan inspirasi kepada para ahli tafsir, bahwa jaminan kesalamatan dari Allah tersebut harus baesyaratkan tiga hal:
a.       Beriman kepada Allah
b.      Percaya kepada hari akhir
c.       Berbuat baik
Muhammad Abduh mengatakan bahwa syarat pertama untuk mendapatkan kesalamatan di akhirat, yakni beriman kepada Allah tidak harus dibatasi dengan keimanan menurut cara islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad.
Sementara itu, Rasyid Ridha, murid Muhammad Abduh, ikut memperkuat pendapat gurunya. Ridha mengakui bahwa keimanan yang sejati kepada Allah dapat juga di temukan di luar islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad.
Paham islam Inklusif-Pluralis sebenarnya sudah lama berkembang di Indonesia. Paham ini banyak di jumpai pada kalangan mordenis, seperti Nurkholis Madjid, Alwi Shihab dan lain-lain. Dalam hal ini Nurkholis mengatakan bahwa islam sendiri adalah agama kemanusiaan, dalam arti ajaran-ajarannya sejalan dengan kecendrungan alami manusia yang menurut fittrahnya bersifat abadi (perennial).
Salah satu fitrah Allah yang pernnial itu ialah bahwa manusia akan tetap selalu berbeda-beda sepanjang masa. Dalam ini kita tidak mungkin membayangkan bahwa manusia adalah satu dan sama dalam segala hal sepanjang masa. Dalam hal ini kita tak dapat mungkin membayangkan bahwa manusia adalah satu dan sama dalam segala hal sepanjang masa.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka adnya perbedaan agama tidak mungkin dihindarkan, dan perbedaan tersebut harus disikapi dengan penuh kedewasaan di atas landasan jiwa persaudaraan, penuh pengertian , tenggangrasa dan kasih sayang. Upaya menumbuhkan rahmat dalam perbedaan agama tersebut lebih lanjut dapat ditemukan dalam filsafat perenial.
Filsafat perennial dalam pembicaraan kita ini tidak di pahami sebagai paham atau filsafat yang berpandangan yang sama sekali tidak menghormati religiutas  yang particular. Akan tetapi filsafat pernnial yang berpandangan bahwa kebenaran Mutlak hanyalah satu, tidak terbagi , tetapi dari Yang satu ini memancar berbagai kebenaran sebagaimana matahari yang secara niscaya mamancarkan cahayanya. Filsafat perennial lebih menekankan diminsi subtansial, transcendental yang bersifat absolut dari suatu agama, namun mementingkan pula aspek realitas dan empiris dari suiatu agama yang muncul dalam bentuknya yang amat pluralistic sepanjang yang pluralistik ini tidak untuk dipertentang.