Senin, 07 Oktober 2013

ISLAM INKLUSIF PLURALIS



ISLAM INKLUSIf  PLURALIS

Agama yang diharapkan membawa missi rahmatan bagi seluruh alam tidak lagi menunjukkan peranannya secara signifikan. Hal ini boleh jadi karena paham keagamaan tersebut telah terkontaminasi oleh berbagai kepentingan politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Kini paham keagamaan dipandang perlu untuk direkonstruksi kembali, dengan mengedepankan semangat kebersamaan dan rahmat bagi seluruh alam. Salah satu diantaranya adalah paham ke-islaman yang bercorak inklusif pluralis.
Kata inklusif berasal dari bangsa Inggris, inclucive yang berarati sampai dengan dan termasuk. Demikian pula kata pluralis juga berasal dari bahasa inggris, plural yang berarti jamak atau banyak. Inklusif pluralis selanjutnya digunakan untuk menunjukkan paham keberagamaan yang didasrkan pada pandangan bahwa agama- agama lain yang ada di dunia ini sebagai yang mengandung kebenaran dan dapat memberikan manfaat serta kesalamatan bagi penganutnya.
Pandangan inklusisf pluralis tersebut secara filosofis teorirtis dapat di jumpai dalam kajian ilmu perbandingan agama. Dalam hubungan ini Schuon misalnya mengatakan bahwa dalam kenyataannya tidak ada bukti-bukti yang mendukung pernyataan bahwa kebenaran unik dan khusus hanya dimiliki agama tertentu saja.   
Temuan lain dalam itu Huston Smith mengatakan bahwa pernyataan keselamatan merupakan monopoli dari salah satu agama saja sebenarnya sama saja dengan mengtakan bahwa tuhan hanya di temukan dalam ruangan ini saja dan tidak ada di ruangan sebelah atau hanya dalam busana saja, dan tidak ada dalam busana lain. Hal ini kemudian dikemukakan Alwi Shihab bahwa keragaman yang inklusif pluralis harus dibedakan dengan kosmopolitannisme, relativisme dan sinkritisme.
Kosmopolitanisme adalah hal yang menunjuk kepada suatu realitas  di mana aneka ragam agama, ras dan suku bangsa hidup berdampingan di suatu lokasi.misalnya kota Newyork, kota ini adalah kota kosmopolitan di mana di kota ini terdapat orang Yahudi, Nasrani, Muslim, Hindu, Budha, bahkan orang yang tanpa agama sekalipun.
Relativisme adalah pandangan bahwa hal-hal yang menyangkut kebenaran atau nilai di temukan oleh pandangan hidup serta kerangka berfikir seseorang atau masyarakatnaya. Sebagaimana akibatnya maka doktrin agama apa pun harus dinyatakan dengan benar.
Selanjutnyta inklusif pluralis bukan pula sinkritisme, yakni menciptakan suatu agama harus  dengan memadukan unsur-unsur tertentu atau sebagian komponen ajaran dari beberapa agama untuk di jadikan bagian integral dari agama baru resebut.
Dengan demikian yang perlu digariskan adalah apabila konsep inklusif pluralis hendak diterapkan di banggsa kita , maka ia harus bersyaratkan satu hal, yaitu kometmen yang kokoh terhadap agama masing-masing. Dengan pandangan keberagaman yang inklusif-pluralis, maka akan terjadi dialog antara agama-agama. Baik muslim maupun agama lainnya berkewajiban menegakkan agama masing-masing.
Dialog ini tidak lebih dari sebuah pendidikan dalam pengertian yang paling luas dan paling mulia. Jika kita bukan seorang yang fanatik, maka konsekuensi dialog tersebut tidak lain akan memeperkaya bagi setiap pelakunya.
Paham ke- islaman inklusif- pluralis sebagaimana digambarkan di atas, hingga saat ini masih diperdebatkan, atau tegasnya masih mendapat tantangan dari paham ke-islama yang eksklusif, simbolistik, formalistic- legalistic. Yaitu paham yang tidak mengakui ke-beragaman agama lain sebagai yang memiliki kebenaran dan pangakuanm terhadap Tuhan, serta dengan lebih mengutamakan mereka yang bersifat lahiriah dan menuntut orang lain harus menggunakan istilah-istilahyang terdapat dalam agama lain. 
Para mufassirin kalsik mengomentari tentang islam inkusif pluralis dengan berlandaskan pada Al-qur’an(Al- Imran :85) dan Al- Imran: 19. Barang siapa yang mencari agama selain islam , maka seali-kali tidak akan diterim, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi. Sesungguhnya agama( yang di ridhai) disisi Allah hanyalah islam.
Para mufassirin maengalami kesulitan dalam menafirkan hal ini, karena ayat diatas betentangan dengan Al-qur’an surat al- Baqarah ayat 62(lih, Qur’an) . al- Thabari memberikan inspirasi kepada para ahli tafsir, bahwa jaminan kesalamatan dari Allah tersebut harus baesyaratkan tiga hal:
a.       Beriman kepada Allah
b.      Percaya kepada hari akhir
c.       Berbuat baik
Muhammad Abduh mengatakan bahwa syarat pertama untuk mendapatkan kesalamatan di akhirat, yakni beriman kepada Allah tidak harus dibatasi dengan keimanan menurut cara islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad.
Sementara itu, Rasyid Ridha, murid Muhammad Abduh, ikut memperkuat pendapat gurunya. Ridha mengakui bahwa keimanan yang sejati kepada Allah dapat juga di temukan di luar islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad.
Paham islam Inklusif-Pluralis sebenarnya sudah lama berkembang di Indonesia. Paham ini banyak di jumpai pada kalangan mordenis, seperti Nurkholis Madjid, Alwi Shihab dan lain-lain. Dalam hal ini Nurkholis mengatakan bahwa islam sendiri adalah agama kemanusiaan, dalam arti ajaran-ajarannya sejalan dengan kecendrungan alami manusia yang menurut fittrahnya bersifat abadi (perennial).
Salah satu fitrah Allah yang pernnial itu ialah bahwa manusia akan tetap selalu berbeda-beda sepanjang masa. Dalam ini kita tidak mungkin membayangkan bahwa manusia adalah satu dan sama dalam segala hal sepanjang masa. Dalam hal ini kita tak dapat mungkin membayangkan bahwa manusia adalah satu dan sama dalam segala hal sepanjang masa.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka adnya perbedaan agama tidak mungkin dihindarkan, dan perbedaan tersebut harus disikapi dengan penuh kedewasaan di atas landasan jiwa persaudaraan, penuh pengertian , tenggangrasa dan kasih sayang. Upaya menumbuhkan rahmat dalam perbedaan agama tersebut lebih lanjut dapat ditemukan dalam filsafat perenial.
Filsafat perennial dalam pembicaraan kita ini tidak di pahami sebagai paham atau filsafat yang berpandangan yang sama sekali tidak menghormati religiutas  yang particular. Akan tetapi filsafat pernnial yang berpandangan bahwa kebenaran Mutlak hanyalah satu, tidak terbagi , tetapi dari Yang satu ini memancar berbagai kebenaran sebagaimana matahari yang secara niscaya mamancarkan cahayanya. Filsafat perennial lebih menekankan diminsi subtansial, transcendental yang bersifat absolut dari suatu agama, namun mementingkan pula aspek realitas dan empiris dari suiatu agama yang muncul dalam bentuknya yang amat pluralistic sepanjang yang pluralistik ini tidak untuk dipertentang.  
     
               

      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar