A. Latar
Belakang Masalah
Krisis multi dimensi yang dialami bangsa Indonesia
belum sepenuhnya teratasi sehingga memberikan dampak negatif terhadap dunia
pendidikan dengan memunculkan keseimbangan baru pendidikan. Terobosan baru
dalam dunia pendidikan harus diperkenalkan dan diciptakan untuk mengatasi
permasalahan pendidikan, dengan kata lain reformasi pendidikan merupakan “imperative
action”. Pendidikan merupakan hal yang fundamental dalam totalitas
kehidupan, hanya dengan pendidikan yang baik, setiap orang akan mengetahui hak
dan kewajibannya sebagai individu, kelompok, dan masyarakat serta sebagai
makhluk Tuhan. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan merupakan keharusan
untuk membantu sumber daya manusia (SDM) mengembangkan potensi pribadi baik
intelektual, emosional, spritualitasnya untuk menuju manusia yang berkepribadian
paripurna ditengah perubahan zaman.[1]
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber
Daya Manusia ialah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha
meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber
daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Jacobson dalam
hal ini berpendapat potensi sumber daya guru itu perlu terus menerus bertumbuh
dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya dengan profesional.[2]
Melirik perkembangan yang begitu pesat dalam hal
teknologi, maka guru harus mampu mengimplementasikan kemampuaanya. Sebenarnya
guru telah memiliki bekal pengetahuan, keterampilan yang cukup yang diperoleh
selama masa pendidikan dan pra jabatan. Namun demikian dalam melaksanakan tugas
mengajarnya guru-guru sering dihadapkan pada kesulitan untuk menyesuaikan
pengetahuan yang telah dimilikinya dengan kebutuhan pembelajran disekolah yang
berbeda dengan pengalaman belajar yang ditemukannya. Bantuan untuk
mengembangkan kemampuan guru dalam bekerja merupakan sebuah kondisi yang sangat
diperlukan jika guru-guru ingin berkembang kearah yang lebih baik sesuai dengan
perubahan lembaga yang diinginkan.[3]
Supervisi bantuan profesional merupakan pemberdayaan
dalam bentuk pembinaan yang terus menerus diberikan kepada guru sesuai denga
perkembangan pekerjaan yang menuntutnya. Bantuan berupa perbaikan teknis
metodelogis pembelajaran, pemecahan kesulitan individual, pengayaan atau
pengembangan kurikulum, peguasaan materi belajar.
Dalam dunia pendidikan, supervisi selalu mengacu
kepada kegiatan memperbaiki proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini sudah
tentu berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang lain, seperti upaya meningkatkan
pribadi guru, profesionalnya, kemampuan berkomunikasi dan bergaul, baik dengan
warga sekolah maupun dengan masyarakat, dan upaya membantu meningkatkan
kesejahteraan mereka. Kegiatan-kegiatan diatas juga tidak bisa terlepas dari
tujuan akhir setiap sekolah, yaitu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Dari
sini dapat ditarik pengertian supervisi pendidikan adalah kegiatan membina para
pendidik dalam mengembangkan proses pembelajaran, termasuk segala penunjangnya.[4]
Salah
satu penyebab munculnya problematika dalam manajemen pendidikan adalah praktik
mengajar yang lebih memfokuskan pada penguasaan materi dari pada membekali
peserta didik dari sudut kompetensi. Pada hal, secara teoritis pendidikan
adalah untuk membimbing peserta didik
lewat pengajaran sehingga mereka memiliki kompetensi sesuai bakat
masing-masing. Untuk meningkatkan peran guru agar lebih maksimal maka
diperlukan supervisor secara umum terhadap roda operasional kesehatan
organisasi, lembaga pendidikan dan kerja kepala sekolah.[5]
B.
Rumusan Masalah
Supaya
pembahasan ini tidak keluar dari konteks, maka penulis merumuskan makalah ini
sebagai berikut.
1. Supervisor
sebagai pengembangan proses pengajaran.
2. Bagaimana
supervisor membantu guru dalam meningkatkan program belajar mengajar.
C.
Tujuan penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Untuk
mendiskripsikan supervisi sebagai pengembangan proses pengajaran
2. Untuk
mengetahui supervisor membantuu guru dalam meningkatkan program belajar mengajar.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Supervisi
sebagai pengembangan proses pengajaran
Banyak
pakar yang memberikan defenisi terkait supervisi, menurut Adam dan Dickey dalam
bukunya ‘Basic Principle of supervision’ surpervisi adalah program yang
berencana untuk memperbaiki pengajaran. Good Carter dalam ‘Dictionary of
education’ supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam
memimpin guru-guru dan petugas-petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran,
termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan
guru-guru serta merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode
serta evaluasi pengajaran[6].
Seorang
supervisor (Kimbal Wiles[7])
yang baik memiliki lima keterampilan dasar antara lain adalah, (1).
Keterampilan dalam hubungan-hubungan kemanusiaan, (2). Keterampilan dalam
proses kelompok, (3). Keterampilan dalam kepemimpinan pendidikan, (4). Keterampilan
dan mengatur personalia sekolah, (5). Keterampilan dalam evaluasi. Sergiovanni[8],
menjabarkan tujuan supervisi pengajaran sebagai berikut, (1). Mengawasi
kualitas, (2). Dalam supervisi pengajaran, pengawas bisa memonitor kegiatan
proses belajar-mengajar di sekolah. Dalam supervisi pengajaran, pengawas bisa
mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas
mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, dan mendorong
guru agar mereka memiliki perhatian yang sungguh-sungguh terhadap tugas dan
tanggung jawab mereka.
Sementara
Sagala, (2000:228), dan Marks, et al. (1991:2) mendefinisikan supervisi sebagai
pengajaran adalah prosedur profesional yang dilakukan oleh pengawas dan kepala
sekolah dalam membantu guru memperbaiki pengajaran untuk perkambangan peserta
didik.[9]
Secara umum supervisi berarti upaya bantuan kepada guru agar pengajaran pada
dasarnya mengandung makna praktis yaitu bantuan meningkatkan profesionalisme
guru dalam membelajarkan siswa di kelas yang bertujuan meningkatkan kualitas
proses dan hasil pembelajaran di kelas. Adapun pengertian supervisi secara
praktis ini adalah menjadi acuan atau referensi dan menjadi definisi
operasional dari pengertian tentang layanan supervisi pengajaran oleh kepala
sekolah di sekolah.[10]
Sedangkan
yang dimaksud dengan supervisi pengajaran ialah kegiatan-kegiatan kepengawasan
yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi baik personel maupun material yang
memungkinkan terciptanya situasi belajar-mengajar yang lebih baik demi
tercapainya tujuan pendidikan. Dengan demikian, apa yang telah dikemukakan di
dalam uraian terdahulu tentang pengertian supervisi beserta
definisi-definisinya dapat digolongkan ke dalam supervisi pengajaran.[11]
Supervisi
pengajaran, pengawas bisa membantu guru mengembangkan kemampuannya dalam
memahami pengajaran, mengembangkan keterampilan mengajarnya, dan menggunakan
kemampuannya melalui teknik-teknik tertentun. Teknik-teknik tersebut bukan saja
individual, melainkan juga bersifat kelompok. Sejalan dengan kebijakan dan program baru di
bidang pendidikan yang ditempuh oleh pemerintah, kata kunci yang dipergunakan
untuk mengukur kualitas kinerja guru adalah kompetensi guru.
Lebih
lanjut, seperti diketahui bersama, kompetensi juga merupakn kriteria
keberhasilan siswa. Pemerintah telah menuangkan rumusan kompetensi guru dalam Undang-Undang Nomor 25
tahun 2000 tentang program Pembangunan Nasional yang berisi Perintisan
Pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Manajer di daerah. Kebijakan
menetapkan Undang-undang ini merupakan bentuk upaya peningkatan kualitas tenaga
kependidikan secara nasional. Sebagai tindak lanjut dari undang-undang
tersebut, Direktorat jendral Pendidikan menengah menetapkan suatu standarisasi
untuk kompetensi seorang guru.
Dalam
bidang pendidikan, supervisi mengandung konsep umum yang sama namun disesuaikan
dengan aktivitas-aktivitas pembelajaran. Supervisi pembelajaran merupakan
bagian dari supervisi pendidikan. Tujuan dari supervisi pembelajaran adalah
peningkatan mutu pembelajaran melalui perbaikan mutu pembinaan terhadap
profesionalisme guru.
Prinsip-prinsip
Supervisi dalam pengembangan proses pengajaran :
1. Supervisi
pengajaran harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan
kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka, dilandasi rasa
kesetiakawanan, dan bersifat informal. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan
supervisi, pengawas harus memiliki sifat-sifat suka membantu, memahami,
terbuka, jujur, mantap, sabar, antusias dan penuh humor.
2. Supervisi
pengajaran harus dilakukan secara berkesinambungan. Kegiatan ini bukanlah tugas
sambilan. Menurut Alfonso, supervisi pengajaran merupakan salah satu esensial
function dalam keseluruhan program sekolah.
3. Supervisi
pengajaran harus berlangsung secara demokratis. Oleh karena itu, program
supervisi pengajaran harus direncanakan, dikembangkan dan diimplimentasikan
secara keoperatif dan koordinatif bersama para guru, kepala sekolah, dan
pihak-pihak terkait lainnya.
Untuk
menghasilkan lulusan seperti yang diharapkan maka kompetensi pendidik sangat
potensial dalam proses pembelajaran. Kompetensi mempunyai rumusan yang berbeda
walaupun subtansi dan esensinya sama. Pemerintah telah menuangkan rumusan
kompetensi guru dalam undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang program
pembangunan nasional yang berisi perintisan pembentukan badan akreditasi dan
sertifikasi mengajar di daerah. Kebijakan penetapan undang-undang ini merupakan
bentuk dari upaya peningkatan kualitas tenaga kependidikan secara nasional.
Sebagai tindak lanjut dari undang-undang tersebut, direktorat jenderal
pendidikan menengah menetapkan suatu standarisasi untuk kompetensi seorang guru[12].
1. Standarisasi
Kompetensi Guru
Standarisasi
kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan bagi seorang guru dalam
menguasai seperangkat kemampuan agar berkelayakan menduduki salah jabatan
fungsional, sesuai bidang tugas jenjang pendidikan tertentu. Standarisasi
kompetensi guru bertujuan untuk:
1. Memformulasikan
peta kemampuan guru secara nasional yang dipergunakan bagi perumusan kebijakan
program pengembagan dan peningkatan tenaga kependidikan, khususnya guru.
2. Memformulasikan
peta kebutuhan supervisi dan peningkatan mutu guru sebagai dasar bagi
pelaksanaan peningkatan kompetensi, peningkatan kualifikasi, dan diklat-diklat
tenaga kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan
3. Menumbuhkan
kreativitas guru yang bermutu, inovatif, terampil, mandiri dan bertanggung
jawab, yang dijadikan dasar bagi peningkatan dan pengembangan karir tenaga kependidikan
yang professional.
2. Struktur
standarisasi
Struktur
standarisasi memiliki dua unsur penting yang harus dimiliki guru. Kedua unsur
tersebut adalah prasyarat atau potensi kepribadian dan unsur penguasaan
seperangkat kompetensi yang meliputi keterampilan proses dan penguasaan
pengetahuan. Kedua unsur tersebut dikalaborasikan dalam bentuk kesatuan yang
utuh dan membentuk struktur kemampuan yang harus dimiliki. Uraian dari kedua
unsur tersebut di uraikan dibawah ini:
1. Potensi
kepribadian merupakan prasyarat yang harus dimiliki seorang guru dalam
melaksanakan profesinya. Potensi tersebut adalah kepribadian interpersonal dan
intrapersonal.
2. Kompetensi
merupakan seperangkat kemampuan yang harus dimiliki guru searah dengan
kebutuhan pendidikan di sekolah (kurikulum) tuntutan masyarakat dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kompetensi yang dimaksud meliputi
kompetensi keterampilan proses dan penguasaan pengetahuan.
Kompetensi
penguasaan pengetahuan adalah kemampuan yang berkaitan dengan keluasan dan
kedalaman pengetahuan. Kompetensi ini mencakup pemahaman terhadap wawasan
pendidikan, pengembangan diri dan profesi, pengembangan potensi peserta didik,
dan penguasaan akademik. Fungsi dari
supervisi professional guru adalah menciptakan iklim yang mampu mendorong
terjadinya inovasi dan perubahan dalam sistem sekolah untuk menuju pada kondisi
yang lebih baik.
Tujuan
supervisi pengajaran secara umum adalah untuk memantau dan mengawasi kinerja
para staf sekolah dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing
agar para staf sekolah tersebut dapat bekerja secara professional dan mutu
kinerjanya meningkat. Supervisi secara khusus kepada staf guru di sekolah
adalah untuk meningkatkan mutu profesionalisme dan kinerja guru dalam
melaksanakan empat kompetansi utama guru secara professional, yaitu kompetensi
pedagogik, sosial professional, dan kepribadian[13].
Menurut
Manulang (1992), peningkatan profesionalisme dan mutu kerja staf di suatu
organisasi seperti sekolah, merupakan upaya peningkatan mutu sumber daya
manusia dalam organisasi sekolah tersebut. melalui peningkatan profesionalisme
dan kinerja guru dalam merencanakan, menilai proses dan hasil pembelajaran di
kelas, hampir dipastikan bahwa mutu pendidikan di kelas akan meningkat. Kondisi
akan berkaitan dan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan di tingkat
institusi, regional dan nasional.[14]
Kesepuluh
kompetensi yang harus dikuasai dan diterapkan oleh guru professional dalam
membelajarkan siswa atau peserta didik di kelas menurut Sudjana (1989) ialah
mencakup: (1) menguasai bahan atau materi pelajaran (2) mengelola program
belajar mengajar (3) mengelola kelas (4) menggunakan media atau sumber belajar
(5) menguasai landasan-landasan pendidikan (6) mengelola interaksi belajar
mengajar (7) menilai prestasi belajar siswa (8) mengenal fungsi dan layanan
bimbingan dan konseling (9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah,
dan (10) memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.
Guru
yang menguasai bahan pelajaran, mampu mengelola proses belajar mengajar,
mengelola kelas, menggunakan berbagai media atau sumber belajar, dan mengelola
interaksi belajar mengajar akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam
mengajar di kelas. Guru yang mampu
menguasai landasan pendidikan akan mampu melaksanakan penilaian prestasi
belajar peserta didik secara benar dan obyektif akan direspon dan dihargai oleh
peserta didik.
Guru
yang mampu menerapkan fungsi dan layanan bimbingan dan konseling dan mampu
menyelenggarakan kegiatan administrasi sekolah akan dapat bekerjasama dengan
petugas bimbingan dan konseling untuk membantu peserta didik dalam memecahkan
masalahnya dan dalam melakukan kegiatan administrasi di sekolah. Guru yang
memahami dan menafsirkan hasil penelitian untuk keperluan pengajaran dapat
menerapkan hasil-hasil penelitian dalam meningkatkan mutu proses dan hasil
pembelajaran di sekolah.
Menurut
Jalal dan Supriadi (2001)[15],
perlu disadari bahwa guru di sekolah tidak dapat mengaktualisasikan diri secara
maksimal dan optimal, jika guru tidak menikmati kesejahteraan hidup dalam
melaksanakan tugas-tugas pengajaran di sekolah. Hal ini diakibatkan oleh gaji
yang diterima oleh mereka jauh dari memuaskan. Berbagai pihak berwenang di
bidang pendidikan dan para pengurus organisasi profesi pendidikan telah
merekomendasikan tentang perlunya pemberdayaan guru dan tenaga kependidikan
lainnya melalui peningkatan kesejahteraan guru, peningkatan mutu guru, dan
pengembangan karier guru.
Dengan
demikian, tujuan umum supervisi pembelajaran adalah untuk mengembangkan situasi
pengajaran yang lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan profesi mengajar,
melalui supervisi pembelajaran diharapkan kualitas pengajaran yang dilakukan
guru semakin meningkat, baik dalam mengembangkan kemampuan, yang selain ditentukan
oleh tingkat pengetahuan dan keterampilan mengajar yang dimiliki seorang guru,
juga pada peningkatan komitmen, kemauan, dan motivasi yang dimiliki guru
tersebut.[16]
Sargiovanni[17]
menegaskan tujuan supervisi pembelajaran ini, yaitu:
1. Meningkatkan
efektivitas dan efisien proses pembelajaran.
2. Pengawasan
kualitas; supervisor dapat memonitor proses pembelajaran di sekolah
3. Pengembangan
profesional; supervisor dapat membantu guru mengembangkan kemampuannya dalam
memahami pembelajaran, kehidupan di kelas, serta mengembangkan keterampilan
mengajarnya.
Adapun
prinsip-prinsip supervisi pembelajaran adalah: (1) supervisi merupakan bagian
integral dari program pendidikan, ia merupakan jasa yang bersifat kooperatif.
(2) semua guru memerlukan dan berhak atas bantuan supervisi. (3) supervisi
hendaknya disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan perseorangan dari personil
sekolah. (4) supervisi hendaknya membantu memperbaiki sikap dan hubungan dari
semua anggota staf sekolah, dan hendaknya membantu dalam pengembangan hubungan
sekolah dengan masyarakat secara baik. Dengan demikian maka supervisi
pembelajaran akan berjalan dan pada ahkirnya menghasilkan guru yang kompetensi
dan profesional dalam bidangnya masing-masing.
Oleh
sebab itu, untuk menciptakan pembelajaran yang dinamis dan menyenangakan maka
guru harus memiliki kompetensi. Komptensi guru sebagai agen pembelajaran
mencakup kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional. Komptensi pedagogik
merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang
sekurang-kurangnya meliputi: pemahaman wawasan atau landasan kependidikan,
pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum/silabus, perancangan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi
hasil pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.[18]
Kompetensi
kepribadian adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh guru berkenaan dengan pribadi
yang arif, berakhlak mulia, dan menjadi teladan bagi peserta didik.
Kompetensi sosial ialah kemampuan guru dalam berkomunikasi dan beriteraksi
sosial dengan semua pihak termasuk kepada peserta didik, dan kompetensi profesional
ialah kemampuan guru dalam menunjukkan keahliannya sebagai guru profesional. [19]
B.
Supervisor
membantu guru dalam meningkatkan program belajar mengajar.
Usaha
meningkatkan kemampuan guru- guru dalam proses belajar mengajar, perlu
pemahaman ulang. Mengajar tidak sekedar mengkomunikasikan pengetahuan agar
diketahui subjek didik, tetapi mengajar harus diartikan menolong peserta didik
agar dapat belajar. Mengajar adalah usaha menolong peserta didik agar mampu
memahami konsep-konsep dan dapat memahami konsep yang dipahami. Selain mengajar
harus disiapkan dengan baik. Guru perlu menyediakan waktu untuk mengadakan
persiapan yang matang termasuk persiapan batin.Guru-guru dimotivasi agar selalu
berusaha untuk merancangkan apa yang akan disajikan[20].
a. Merancangkan
proses belajar
Mengajar jangan
dijadikan tugas rutin. Kalau berpandangan demikian akan terjadi kebosanan dalam
tugas mengajar. Mengajar bukan hanya suatu pengetahuan, tetapi juga
keterampilan atau memiliki kiat dalam mengajar. Jadi, guru seharusnya dipandang
sebagai seorang ahli mode atau perancang program pembelajaran. Guru harus
menguasai dan terlatih dalam menyusun sekenario pembelajaran. Melalui kelompok
kerja guru pada suatu daerah tertentu ada kesepakatan dalam merancangkan
model-model pembelajaran dengan bertempu pada komponen-komponen yang ditentukan
dalam pedoman belajar-mengajar.
Ada berbagai
model rancangan belajar-mengajar. Peter F. Oliva[21]
mengemukakan beberapa model rangcangan belajar-mengajar antara lain:
1. Model
sederhana
Perencanaan; isinya mengenai segala
apa yang akan diajarkan. Pelakasanaan; bagaimana cara meyajikan pelajaran.
Evaluasi; menyusun evaluasi hasil belajar.
2. Model
empat bagian
Perumusan tujuan, Pretes,
Pelaksanaan mengajar, Evaluasi.
3. Model
lima bagian
Rumusan pembelajaran umum, rumusan
tujuan pembelajaran khusus, pretes, pelaksanaan KBM, Evaluasi.
Sementara
Gagne dan Brigs[22]
berpendapat tentang perencanaan atau model pembelajaran. Tahap awal dalam
perencanaan dilakukan dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai. Dari tujuan
yang ingin dicapai tersebut kemudian dilakukan analisis materi belajar yang
akan disajikan dalam proses pembelajaran. Selanjutnya adalah mengelompokkan
materi belajar dengan mendasarkan pada ketepatan waktu penyajian. Dari materi
belajar tersebut kemudian dipilih metode dan media yang sesuai. Tahap
berikutnya adalah melakukan sintesis terhadap berbagai komponen pembelajaran,
hasil dari sintesis komponen pembelajaran kemudian dilakukan evaluasi. Hasil
evaluasi kemudian dijadikan dasar dalam pemberian umpan balik.
Gambar
model perencanaan pembelajaran menurut Gagne dan Brigs
b. Melaksanakan
proses belajar-mengajar
Menurut Thomas
Gordon[23],
mengatakan bahwa matarantai yang harus diletakkan dalam proses belajar mengajar
ialah hubungan-hubungan kemanusiaan. Pelajaran harus didasarkan pada penemuan
kebutuhan dasar subjek didik. Untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar subjek didik
guru membiasakan diri menggunakan bahasa penerimaan dan mengurangi bahasa
penolakan. Guru harus sadar bahwa pengajaran bukanlah tujuan, tetapi pengajaran
adalah alat untuk membentuk pribadi terdidik. Jadi guru lebih banyak memberi
berbagai pengalaman belajar melalui berbagai kegiatan belajar yang bervariasi. Dengan
cara demikian murid merasakan memperoleh penguatan (reinforcemnet) yang
biasa dialami siswa ialah kesulitan belajar siswa dan siswa yang bermasalah.
Untuk itu guru
perlu mendapatkan support dan bantuan dari supervisor. Disamping menciptakan
suasana hubungan kemanusiaan, guru perlu menguasai sejumlah keterampilan dalam
menemukan cara berfikir siswa dalam proses pembelajaran keterampilan dalam
mejelaskan, keterampilan bertanya,
keterampilan dalam memberi penguatan, disamping memiliki cara mengajar yang
mendorong siswa untuk belajar diri sendiri agar siswa memiliki kemampuan untuk
mengarahkan diri sendiri (self direction) menentukan diri sendiri (self
determination) dan bertanggung jawab atas diri sendiri (self
resposibelity), mengendalikan diri sendiri (self control), menidisiplinkan
diri sendiri (self discipline) dan menilai diri sendiri (self
evaluation). Salah satu kemampuan yang harus diingat ialah kemampuan dalam
mengelola kelas, yaitu mengatur suasana yang hidup, memberdayakan berbagai
sumber belajar sehingga menambah dorongan-dorongan yang kreatif dari para siswa
yang belajar.
c. Menilai
proses dan hasil belajar
Melaksanakan
penilaian terhadap proses dan hasil belajar peserta didik. Mengenai masalah
penilaian yang perlu dibina ialah pemahan tentang proses dan hasil penilaian.
Pertama, guru perlu memahami dengan jelas beda antara pengukuran dan penilaian.
Untuk mengukur digunakan alat ukur seperti test atau bukan test. Hasil
pengukuran diperoleh secara kuantitatif dalam bentuk angka (skor). Kebanyakan
penilaian yang dilakukan guru ialah penilaian terhadap tujuan-tujuan yang
hendak dicapai. Pada umumnya kemampuan yang hendak dinilai ialah kemampuan
kognitif.
Menurut S. Bloom[24]
ada tiga domain dalam taksonomi tujuan pembelajaran: (1) domain kognitif, (2)
domain afektif, (3) domain psikomotorik. Pada umumnya guru-guru yang sudah
rutin kurang memperhatikan prinsip-prinsip penilaian sehingga cara memberi
nilai sering tidak begitu tidak diperhatikan. Kebanyakan menganggap itu
pekerjaan biasa. Selain memahami hakikat penilaian guru perlu juga memahami
fungsi-fungsu evaluasi;
1. Fungsi formatif: Hasil evaluasi
dapat merupakan informasi balikan kepada guru-guru sehingga dapat memperbaiki
hasil mengajarnya. Disamping informasi tentang tingkat penguasaan yang telah
dicapai, siswa dapat juga merupakan informasi bagi guru agar dapat menganalisis
kelemahan-kelemahan yang dilakukan dalam proses belajar-mengajar.
2. Fungsi sumatif: evaluasi hasil
belajar yang dilakukan pada akhir program pembelajaran, apakah ahkir catur
wulan atau smester, dapat membantu guru untuk melihat kemajuan hasil belajar
yang dicapai, yang dipakai untuk menyatakan lulus atau tdak. Hasil sumatif
digunakan untuk memberi laporan kemajuan hasil belajar siswa kepada orang tua.
3. Fungsi diagnostik: evaluasi dapat
menggunakan kesulitan-kesulitan belajar siswa di kelas. Bila guru menghadapi
perserta didik yang mengalami kesulitan belajar maka harus ada usaha
mendiagnosis kesulitan belajar itu ada dua usaha perbaikan. Dalam hal ini
diperlukan konsultan. Konsultan ini berfungsi sebagai supervisor.
d. Mengembangkan
manajemen kelas
Seorang guru
dalam waktu mengajar, selalu berusaha untuk menciptakan suasana kelas yang
menyenangkan. Suasana belajar yang menyenangkan mendorong gairah belajar
tinggi. Salah satu masalah dalam menciptakan iklim belajar yang menyenangkan
ialah msalah disiplin. Dalam setiap kegiatan proses pembelajar guru sering
menghadapi perilaku siswa yang bermaslah.
Menurut Oliva,
ada berbagai sebab timbulnya siswa yang bermasalah; sebab yang bersumber
dari siswa sendiri, misalnya kuarangnya pendengaran, terganggunya
penglihatan dan lain sebagainya. Sebab yang bersumber dari pengaruh teman
sepermainan, misalnya teman sepermainan dari keluarga yang broken home atau
hidupnya tidak teratur. Sebab yang bersumber dari sekolah, misalnya cara
guru mengajar yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan penolakan siswa
terhadap guru. Sebab yang bersumber dari lingkungan sekolah, lingkungan
masyarakat yang heterogen, daerah kemuka, daerah yang kurang bersih dalam
pengertian lebih luas[25].
Bagaimana
mengatasi masalah disiplin yang selama ini sering terjadi dan berakibat tidak
baik terhadap pola pembelajaran. Pertama analisis terhadap sikap guru.
Supervisor dalam hal ini dapat membantu guru menganalisis faktor-faktor yang
menyebabkan timbulnya perilaku yang bermasalah. Berbagai penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap guru dengan perilaku
siswa yang bermasalah, seperti yang dikemukakan Oliva, misalnya guru yang
malas, guru yang suka mengkritik, guru yang terlalu keras, guru yang suka
merokok, dapat menimbulkan rasa tidak senang kepada guru.
Kedua analisis
terhadap gaya mengajar guru dan gaya belajar siswa, baik gaya mengajar guru,
maupun gaya belajar siswa dapat menjadi sebab timbulnya perilaku yang
bermasalah dan pelanggaran disiplin. Seperti yang dikemukakan B.B. Fischer,
bahwa pelanggaran disiplin dapat disebabkan oleh salah satu gaya mengajar guru,
misalnya guru mengajar terlalu cenderung pada pemberian tugas yang
terlalu banyak, gaya yang mengutamakan meteri pelajaran, gaya mengajar
yang mengakibatkan emosi siswa dan lain sebagainya.[26]
Maka dari itu
menciptakan suasan belajar yang nyaman kondusif guru memiliki peran cukup aktif,
artinya guru tidak hany fokus pada proses belajar manger di kelas, tetapi juga
guru harus mengenali kelas sebagai tempat transformasi knowledge guru dengan
peserta didik, juga guru harus menganalisis sikap guru itu sendiri dalam mengajar,
apakah siswa sudah paham atau bahkan sebaliknya.
Disisi lain,
juga guru dituntut mampu memperbaiki peserta didik yang bermasalah, disadari
bahwa banyak siswa yang kesulitan dalam menangkap pelajaran yang dijelaskan
para guru dalam kelas disini guru di tantang dengan tanggung jawab sebagai
pendidik mampu membawa peserta didik keluar dari kesulitan dalam pelajaran dan
menciptakan peserta didik senang terhadap pelajaran itu sendiri.
C.
Analisis
Keberhasilan
pendidikan formal erat hubungannya dengan guru karena guru berperan langsung
menjadi actor kegiatan pembelajaran, tanpa guru proses pembelajaran tidak akan
berjalan dengan lancar. Peranan guru tidak dapat digantikan oleh alat lain
sebab pada diri guru terdapat unsur pendidikannya. Bagi para siswa, guru
merupakan orang yang paling berperan dalam berbagai hal. Segala aktivitas guru
selalu dijadikan suri tauladan oleh siswa sebab tugas utamanya adalah mengajar,
mendidik, melatih, membimbing, dan mengarahkan siswa. Satu hal yang kurang
wajar apabila guru melakukan hal-hal yang negative sebab mulai dari ucapan
sampai pada perilaku selalu dijadikan pegangan oleh siswa.
Guru
yang diharapkan dalam pelaksanaan pembelajaran adalah guru yang profesional.
Guru yang profesional sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan dan keberhasilan
pembelajaran. Adapun ciri guru yang profesional menurut Usman[27]
(2005), yakni; kompetensi pribadi yang meliputi: mengembangkan kepribadian,
berinterkasi dan berkomunikasi, melaksanakan bimbingan dan penyuluhan,
melaksanakan administrasi sekolah, melaksanakan penelitihan sederhana untuk
keperluasan pembelajaran.
Kompetensi
pedagogik, merupakan kemampuan yang bersentuhan langsung dengan pemahaman
peserta didik. Selanjutnya kompentensi sosial, yang berkenaan dengan kemampuan
pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang
tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Profesionalisme
guru sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk didalamnya peran
supervisor sebagai pengawas organisasi sekolah harus mampu melaksanakan
tugasnya dengan baik agar dapat menjadi panutan yang baik bagi bawahannya.
Berbagai fungsi dan peranannya harus dijadikan sebagai landasan dalam
melakasanakan kepemimpinannya sebagai pengawas organisasi sekolah.
Untuk
menciptakan profesionalisme guru dan lulusan yang baik, maka supervisor
merupakan potensi yang sangat penting dalam menciptakan hal tersebut. secara
umum tugas supervisor yakni membina, membantu, mengevaluasi dan menilai[28],
pengawas sebagai supervisor dibebani peran dan tanggung jawab memantau, membina,
dan memperbaiki proses belajar-mengajar di kelas atau di sekolah[29]
dengan demikian supervisor membantu guru guna memperbaiki dan meningkatkan
pembelajaran dan kurikulum, baik secara individual atau secara kelompok untuk
membantu guru dalam pembelajaran.
Problematika
yang sering terjadi di lapangan adalah kurangnya komunikasi yang baik antara
supervisor sebagai pengawas organisasi sekolah dengan guru sebagai pelaku dalam
proses belajar-mengajar yang tahu betul kondisi peserta didik. Sehingga
supervisor yang tugasnya membantu guru dalam proses pengembangan pembelajaran
kurang efektif, dan guru merasa canggung untuk berkomunikasi dan sharing ide
dengan supervisor sebagai patner kerja di sisi lain, beranggapan akan ketahuan
kesalahan guru dalam proses belajar-mengajar.
Menurut
hemat penulis, untuk menciptakan profesionalisme guru dalam proses belajar-mengajar yang efektif adalah peran supervisor
sebagai pengawas organisasi sekolah harus konsisten dengan tugas dan tanggung
jawab sebagai supervisor dalam membantu guru dalam membina dan mengembangkan
potensi guru di dalam proses pembelajaran, dan guru sebagai pelaku dalam proses
belajar mengajar yang bersentuhan langsung dengan peserta didik, guru juga
harus mampu menunjukkan profesionalisme dan komptensinya terutama komptensi
pedagogik sebagai pendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan
mengevaluasi[30],
sehingga guru betul-betul menjadi seri tauladan bagi peserta didik.
Dengan
adanya hubunagn yang baik dan sinergi antara supervisor sebagai pengawas
organisasi sekolah dan guru sebagai pendidik, pembimbing dan pengevaluasi siswa
dalam belajar-mengajar diharapkan bisa menciptakan potensi sumber daya guru
dalam belajar-mengajar menjadi lebih baik, dan diharapkan bisa menciptakan
lembaga pendidikan yang bermutu, yang menghasilkan lulusan yang kompetitif
sesuai dengan kelebihan siswa masing-masing, yang paling penting bisa hidup
berdampingan yang aman, tertib dengan masyarakat yang multi kultur, dan
heterogen.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Supervisi
pengajaran ialah kegiatan-kegiatan kepengawasan yang ditujukan untuk
memperbaiki kondisi baik personel maupun material yang memungkinkan terciptanya
situasi belajar-mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan pendidikan.
Dengan demikian, apa yang telah dikemukakan di dalam uraian terdahulu tentang
pengertian supervisi beserta definisi-definisinya dapat digolongkan ke dalam
supervisi pengajaran. Tujuan supervisi pengajaran secara umum adalah untuk
memantau dan mengawasi kinerja para staf sekolah dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya masing-masing agar para staf sekolah tersebut dapat bekerja
secara profesional dan mutu kinerjanya meningkat. Supervisi secara khusus
kepada staf guru di sekolah adalah untuk meningkatkan mutu profesionalisme dan
kinerja guru dalam melaksanakan empat kompetensi utama guru secara
professional, yaitu kompetensi pedagogik, sosial professional, dan kepribadian.
2. Merancangkan proses belajar;
Guru harus menguasai dan terlatih dalam menyusun sekenario pembelajaran. Melaksanakan
proses belajar-mengajar; Guru harus sadar bahwa pengajaran bukanlah tujuan,
tetapi
3. pengajaran
adalah alat untuk membentuk pribadi terdidik. Jadi guru lebih banyak memberi
berbagai pengalaman belajar melalui berbagai kegiatan belajar yang bervariasi.
Dengan cara demikian murid merasakan memperoleh penguatan (reinforcemnet)
yang biasa dialami siswa ialah kesulitan belajar siswa dan siswa yang
bermasalah. Menilai proses dan hasil belajar; Kebanyakan penilaian yang dilakukan guru
ialah penilaian terhadap tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Pada umumnya
kemampuan yang hendak dinilai ialah kemampuan kognitif. Mengembangkan
manajemen kelas; Seorang guru dalam waktu mengajar, selalu berusaha untuk
menciptakan suasana kelas yang menyenangkan. Suasana belajar yang menyenangkan
mendorong gairah belajar tinggi.
DAFTAR
RUJUKAN
Gordon Thomas, (1979)
Teacher Effectiveness Of Education in Elementary School, Journal of
Teacher Education
Hanafiah Nanang,
Suhana Cucu, (2010), Kosep Strategi Pembelajaran, Refika Aditama, Bandung.
Iskandar,
Mukhtar, (2009), Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, Gaung Persada,
Jakarta.
Nurhayati B,
HadiS Abdul, (2010), Manajemen Mutu Pendidikan, Alfabeta, Bandung.
Pidarta Made,
(2009), Supervisi Pendidikan Kontekstual, Rineka Cipta, Jakarta.
Prabowo Listiyo
Sugeng, Nurmaliyah Faridah, (2010), Perencanaan Pembelajaran Pada Bidang
Studi, Bidang Studi Tematik, Muatan Lokal, Kecakapan Hidup, Bimbingan Konseling,
UIN Maliki, Malang.
Purwanto M.
Angalim, (2010), Administrasi dan Supervisi Pendidikan, PT Remaja Rosda
Karya, Bandung.
Peraturam
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007, tentang Pengawas
Sekolah/Madrasah
Sahertian, A. Piet.,
(2008) Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka
Pengembangan Sumber Daya Manusia, Renika Cipta, Jakarta.
Sanjaya Wina, (2010),
Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat
satuan Pendidikan, Kencana, Jakarta.
Suryana AA, Faturrahman
Pupuh, (2011), Supervisi Pendidikan Dalam Pengembangan Proses Pengajaran, Refika
Aditama, Bandung.
Usman Moh. Uzer,
(2005) Menjadi Guru Profesional, Rosdakarya, Bandung.
Suhardan Dadang,
(2010) Super Profesional Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran di Era Otonomi Daeraha, Alfabeta, Bandung
Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
[1] Prof. Dr. H. Mukhtar, M.Pd, Dr. Iskandar, M.Pd, Orientasi
Baru Supervisi Pendidikan, Jakarta, Gaung Persada, 2009, hal, 1
[2] Pfof. Drs. Piet A. Sahertian, Konsep
Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Manusia, Jakarta,
Rineka Cipta, 2008, hal, 1
[3]
Prof. Dr. H. Dadang
Suhardan, M.Pd, Super Profesional Layanan dalam Meningkatkan Mutu
Pembelajaran di Era Otonomi Daeraha, Bandung,
2010, Alfabeta, 84.
[4] Prof. Dr. Made Pidarta, Supervisi
Pendidikan Kontekstual, Jakarta, Rineka Cipta, 2009, hal, 1-2.
[5] Prof. Pupuh Fathurrahman, Dr. AA
suryana, MM, Supervisi Pendidikan Dalam Pengembangan Proses Pembelajaran, Bandung,
Refika Aditama, 2011, hal, 3
[6] Prof. Drs. Piet A. Sahertian, Konsep
Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Jakarta, Renika Cipta, 2008, 17
[7] Ibd, 18
[8] Prof. Pupuh Faturrahman, Dr. AA
Suryana, MM, Supervisi Pendidikan Dalam Pengembangan Proses Pengajaran, Bandung,
Refika Aditama, 51
[9] Prof.Dr. H. Abdul Hadis, M.Pd,
Prof. Dr. Hj. Nurhayati B., M.Pd, Manajemen Mutu Pendidikan, Bandung, Alfabeta,
2010, 12.
[10] Ibid, 15-16
[11] Drs. M. Angalim Purwanto, MP, Administrasi
dan Supervisi Pendidikan, Bandung, PT Remaja Rosda Karya, 2010, 89
[12] Prof. Pupuh Faturrahman, Dr. AA Suryana, MM, Supervisi
Pendidikan Dalam Pengembangan Proses Pengajaran, Bandung, Refika Aditama,2011,
53-54
[13]
Undang-undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
[14] Prof.Dr. H. Abdul Hadis, M.Pd, Prof. Dr. Hj.
Nurhayati B., M.Pd, Manajemen Mutu Pendidikan, Bandung, Alfabeta, 2010,
19
[15] Ibid, 20-21
[16] Prof. Dr. H. Mukhtar, M.Pd, Dr. Iskandar, M.Pd, Orientasi
Baru Supervisi Pendidikan, Jakarta: Gaung Persada, 2009, 53
[17] Ibid, 54
[18] Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd,
Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat
satuan Pendidikan, Jakarta, Kencana, 2010, 279.
[19] Dr. Nanang Hanafiah, M.M.Pd, Drs. Cucu Suhana,
M.M.Pd, Kosep Strategi Pembelajaran, Bandung, Refika Aditama, 2010,
104-105.
[20] Prof. Drs. Piet A. Sahertian, Konsep
Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Jakarta, Renika Cipta, 2008, 134
[21] Ibid, 135
[22] Dr. Sugeng Listiyo Prabowo, Faridah Nurmaliyah,
S.Pd, Perencanaan Pembelajaran Pada Bidang Studi, Bidang Studi Tematik,
Muatan Lokal, Kecakapan Hidup, Bimbingan Konseling, Malang, UIN Maliki,
2010, 9-10
[23] Thomas Gordon, Teacher
Effectiveness Of Education in Elementary School, Journal of Teacher
Education, 1979, 30
[24] Prof. Drs. Piet A. Sahertian, Konsep Dasar &
Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta,
Renika Cipta, 2008,142
[25]Ibid, 146
[26] Kemp (1995) dalam Wina sanjaya, menjelaskan bahwa
strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat
dicapai secara efektif dan efisien. Hal ini juga di pertegas oleh Dick dan
Carey (1985) bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan
prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan
hasil belajar pada siswa.
[27] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung,
Rosdakarya, 2005, 16-19
[28] Peraturam Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12
Tahun 2007, tentang Pengawas Sekolah/Madrasah
[29] Lihat di silabus Supervisi
Pendidikan Islam, dosen Pengampu Prof. Dr. H. Djunaidi Ghony
[30] Undang-undang Nomor 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 1 ayat 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar