Rabu, 02 Oktober 2013

SUPERVISI PENDIDIDKAN




A.    Latar Belakang Masalah
Krisis multi dimensi yang dialami bangsa Indonesia belum sepenuhnya teratasi sehingga memberikan dampak negatif terhadap dunia pendidikan dengan memunculkan keseimbangan baru pendidikan. Terobosan baru dalam dunia pendidikan harus diperkenalkan dan diciptakan untuk mengatasi permasalahan pendidikan, dengan kata lain reformasi pendidikan merupakan “imperative action”. Pendidikan merupakan hal yang fundamental dalam totalitas kehidupan, hanya dengan pendidikan yang baik, setiap orang akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai individu, kelompok, dan masyarakat serta sebagai makhluk Tuhan. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan merupakan keharusan untuk membantu sumber daya manusia (SDM) mengembangkan potensi pribadi baik intelektual, emosional, spritualitasnya untuk menuju manusia yang berkepribadian paripurna ditengah perubahan zaman.[1]
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber Daya Manusia ialah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Jacobson dalam hal ini berpendapat potensi sumber daya guru itu perlu terus menerus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya dengan profesional.[2]
Melirik perkembangan yang begitu pesat dalam hal teknologi, maka guru harus mampu mengimplementasikan kemampuaanya. Sebenarnya guru telah memiliki bekal pengetahuan, keterampilan yang cukup yang diperoleh selama masa pendidikan dan pra jabatan. Namun demikian dalam melaksanakan tugas mengajarnya guru-guru sering dihadapkan pada kesulitan untuk menyesuaikan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan kebutuhan pembelajran disekolah yang berbeda dengan pengalaman belajar yang ditemukannya. Bantuan untuk mengembangkan kemampuan guru dalam bekerja merupakan sebuah kondisi yang sangat diperlukan jika guru-guru ingin berkembang kearah yang lebih baik sesuai dengan perubahan lembaga yang diinginkan.[3]  
Supervisi bantuan profesional merupakan pemberdayaan dalam bentuk pembinaan yang terus menerus diberikan kepada guru sesuai denga perkembangan pekerjaan yang menuntutnya. Bantuan berupa perbaikan teknis metodelogis pembelajaran, pemecahan kesulitan individual, pengayaan atau pengembangan kurikulum, peguasaan materi belajar.
Dalam dunia pendidikan, supervisi selalu mengacu kepada kegiatan memperbaiki proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini sudah tentu berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang lain, seperti upaya meningkatkan pribadi guru, profesionalnya, kemampuan berkomunikasi dan bergaul, baik dengan warga sekolah maupun dengan masyarakat, dan upaya membantu meningkatkan kesejahteraan mereka. Kegiatan-kegiatan diatas juga tidak bisa terlepas dari tujuan akhir setiap sekolah, yaitu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Dari sini dapat ditarik pengertian supervisi pendidikan adalah kegiatan membina para pendidik dalam mengembangkan proses pembelajaran, termasuk segala penunjangnya.[4]
Salah satu penyebab munculnya problematika dalam manajemen pendidikan adalah praktik mengajar yang lebih memfokuskan pada penguasaan materi dari pada membekali peserta didik dari sudut kompetensi. Pada hal, secara teoritis pendidikan adalah untuk membimbing  peserta didik lewat pengajaran sehingga mereka memiliki kompetensi sesuai bakat masing-masing. Untuk meningkatkan peran guru agar lebih maksimal maka diperlukan supervisor secara umum terhadap roda operasional kesehatan organisasi, lembaga pendidikan dan kerja kepala sekolah.[5]





B.     Rumusan Masalah
Supaya pembahasan ini tidak keluar dari konteks, maka penulis merumuskan makalah ini sebagai berikut.
1.      Supervisor sebagai pengembangan proses pengajaran.
2.      Bagaimana supervisor membantu guru dalam meningkatkan program belajar mengajar.
C.     Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1.      Untuk mendiskripsikan supervisi sebagai pengembangan proses pengajaran
2.      Untuk mengetahui supervisor membantuu guru dalam meningkatkan program belajar mengajar.





















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Supervisi sebagai pengembangan proses pengajaran
Banyak pakar yang memberikan defenisi terkait supervisi, menurut Adam dan Dickey dalam bukunya ‘Basic Principle of supervision’ surpervisi adalah program yang berencana untuk memperbaiki pengajaran. Good Carter dalam ‘Dictionary of education’ supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru serta merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode serta evaluasi pengajaran[6].
Seorang supervisor (Kimbal Wiles[7]) yang baik memiliki lima keterampilan dasar antara lain adalah, (1). Keterampilan dalam hubungan-hubungan kemanusiaan, (2). Keterampilan dalam proses kelompok, (3). Keterampilan dalam kepemimpinan pendidikan, (4). Keterampilan dan mengatur personalia sekolah, (5). Keterampilan dalam evaluasi. Sergiovanni[8], menjabarkan tujuan supervisi pengajaran sebagai berikut, (1). Mengawasi kualitas, (2). Dalam supervisi pengajaran, pengawas bisa memonitor kegiatan proses belajar-mengajar di sekolah. Dalam supervisi pengajaran, pengawas bisa mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, dan mendorong guru agar mereka memiliki perhatian yang sungguh-sungguh terhadap tugas dan tanggung jawab mereka.
Sementara Sagala, (2000:228), dan Marks, et al. (1991:2) mendefinisikan supervisi sebagai pengajaran adalah prosedur profesional yang dilakukan oleh pengawas dan kepala sekolah dalam membantu guru memperbaiki pengajaran untuk perkambangan peserta didik.[9] Secara umum supervisi berarti upaya bantuan kepada guru agar pengajaran pada dasarnya mengandung makna praktis yaitu bantuan meningkatkan profesionalisme guru dalam membelajarkan siswa di kelas yang bertujuan meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran di kelas. Adapun pengertian supervisi secara praktis ini adalah menjadi acuan atau referensi dan menjadi definisi operasional dari pengertian tentang layanan supervisi pengajaran oleh kepala sekolah di sekolah.[10]
Sedangkan yang dimaksud dengan supervisi pengajaran ialah kegiatan-kegiatan kepengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi baik personel maupun material yang memungkinkan terciptanya situasi belajar-mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan demikian, apa yang telah dikemukakan di dalam uraian terdahulu tentang pengertian supervisi beserta definisi-definisinya dapat digolongkan ke dalam supervisi pengajaran.[11]
Supervisi pengajaran, pengawas bisa membantu guru mengembangkan kemampuannya dalam memahami pengajaran, mengembangkan keterampilan mengajarnya, dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentun. Teknik-teknik tersebut bukan saja individual, melainkan juga bersifat kelompok.  Sejalan dengan kebijakan dan program baru di bidang pendidikan yang ditempuh oleh pemerintah, kata kunci yang dipergunakan untuk mengukur kualitas kinerja guru adalah kompetensi guru.
Lebih lanjut, seperti diketahui bersama, kompetensi juga merupakn kriteria keberhasilan siswa. Pemerintah telah menuangkan rumusan  kompetensi guru dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang program Pembangunan Nasional yang berisi Perintisan Pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Manajer di daerah. Kebijakan menetapkan Undang-undang ini merupakan bentuk upaya peningkatan kualitas tenaga kependidikan secara nasional. Sebagai tindak lanjut dari undang-undang tersebut, Direktorat jendral Pendidikan menengah menetapkan suatu standarisasi untuk kompetensi seorang guru.
Dalam bidang pendidikan, supervisi mengandung konsep umum yang sama namun disesuaikan dengan aktivitas-aktivitas pembelajaran. Supervisi pembelajaran merupakan bagian dari supervisi pendidikan. Tujuan dari supervisi pembelajaran adalah peningkatan mutu pembelajaran melalui perbaikan mutu pembinaan terhadap profesionalisme guru.
Prinsip-prinsip Supervisi dalam pengembangan proses pengajaran :
1.      Supervisi pengajaran harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka, dilandasi rasa kesetiakawanan, dan bersifat informal. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan supervisi, pengawas harus memiliki sifat-sifat suka membantu, memahami, terbuka, jujur, mantap, sabar, antusias dan penuh humor.
2.      Supervisi pengajaran harus dilakukan secara berkesinambungan. Kegiatan ini bukanlah tugas sambilan. Menurut Alfonso, supervisi pengajaran merupakan salah satu esensial function dalam keseluruhan program sekolah.      
3.      Supervisi pengajaran harus berlangsung secara demokratis. Oleh karena itu, program supervisi pengajaran harus direncanakan, dikembangkan dan diimplimentasikan secara keoperatif dan koordinatif bersama para guru, kepala sekolah, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Untuk menghasilkan lulusan seperti yang diharapkan maka kompetensi pendidik sangat potensial dalam proses pembelajaran. Kompetensi mempunyai rumusan yang berbeda walaupun subtansi dan esensinya sama. Pemerintah telah menuangkan rumusan kompetensi guru dalam undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional yang berisi perintisan pembentukan badan akreditasi dan sertifikasi mengajar di daerah. Kebijakan penetapan undang-undang ini merupakan bentuk dari upaya peningkatan kualitas tenaga kependidikan secara nasional. Sebagai tindak lanjut dari undang-undang tersebut, direktorat jenderal pendidikan menengah menetapkan suatu standarisasi untuk kompetensi seorang guru[12]. 
1.      Standarisasi Kompetensi Guru
Standarisasi kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan bagi seorang guru dalam menguasai seperangkat kemampuan agar berkelayakan menduduki salah jabatan fungsional, sesuai bidang tugas jenjang pendidikan tertentu. Standarisasi kompetensi guru bertujuan untuk:
1.      Memformulasikan peta kemampuan guru secara nasional yang dipergunakan bagi perumusan kebijakan program pengembagan dan peningkatan tenaga kependidikan, khususnya guru.
2.      Memformulasikan peta kebutuhan supervisi dan peningkatan mutu guru sebagai dasar bagi pelaksanaan peningkatan kompetensi, peningkatan kualifikasi, dan diklat-diklat tenaga kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan
3.      Menumbuhkan kreativitas guru yang bermutu, inovatif, terampil, mandiri dan bertanggung jawab, yang dijadikan dasar bagi peningkatan dan pengembangan karir tenaga kependidikan yang professional.
2.      Struktur standarisasi
Struktur standarisasi memiliki dua unsur penting yang harus dimiliki guru. Kedua unsur tersebut adalah prasyarat atau potensi kepribadian dan unsur penguasaan seperangkat kompetensi yang meliputi keterampilan proses dan penguasaan pengetahuan. Kedua unsur tersebut dikalaborasikan dalam bentuk kesatuan yang utuh dan membentuk struktur kemampuan yang harus dimiliki. Uraian dari kedua unsur tersebut di uraikan dibawah ini:
1.      Potensi kepribadian merupakan prasyarat yang harus dimiliki seorang guru dalam melaksanakan profesinya. Potensi tersebut adalah kepribadian interpersonal dan intrapersonal.
2.      Kompetensi merupakan seperangkat kemampuan yang harus dimiliki guru searah dengan kebutuhan pendidikan di sekolah (kurikulum) tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kompetensi yang dimaksud meliputi kompetensi keterampilan proses dan penguasaan pengetahuan.
Kompetensi penguasaan pengetahuan adalah kemampuan yang berkaitan dengan keluasan dan kedalaman pengetahuan. Kompetensi ini mencakup pemahaman terhadap wawasan pendidikan, pengembangan diri dan profesi, pengembangan potensi peserta didik, dan penguasaan akademik.  Fungsi dari supervisi professional guru adalah menciptakan iklim yang mampu mendorong terjadinya inovasi dan perubahan dalam sistem sekolah untuk menuju pada kondisi yang lebih baik. 
Tujuan supervisi pengajaran secara umum adalah untuk memantau dan mengawasi kinerja para staf sekolah dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing agar para staf sekolah tersebut dapat bekerja secara professional dan mutu kinerjanya meningkat. Supervisi secara khusus kepada staf guru di sekolah adalah untuk meningkatkan mutu profesionalisme dan kinerja guru dalam melaksanakan empat kompetansi utama guru secara professional, yaitu kompetensi pedagogik, sosial professional, dan kepribadian[13].
Menurut Manulang (1992), peningkatan profesionalisme dan mutu kerja staf di suatu organisasi seperti sekolah, merupakan upaya peningkatan mutu sumber daya manusia dalam organisasi sekolah tersebut. melalui peningkatan profesionalisme dan kinerja guru dalam merencanakan, menilai proses dan hasil pembelajaran di kelas, hampir dipastikan bahwa mutu pendidikan di kelas akan meningkat. Kondisi akan berkaitan dan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan di tingkat institusi, regional dan nasional.[14]
Kesepuluh kompetensi yang harus dikuasai dan diterapkan oleh guru professional dalam membelajarkan siswa atau peserta didik di kelas menurut Sudjana (1989) ialah mencakup: (1) menguasai bahan atau materi pelajaran (2) mengelola program belajar mengajar (3) mengelola kelas (4) menggunakan media atau sumber belajar (5) menguasai landasan-landasan pendidikan (6) mengelola interaksi belajar mengajar (7) menilai prestasi belajar siswa (8) mengenal fungsi dan layanan bimbingan dan konseling (9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, dan (10) memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.
Guru yang menguasai bahan pelajaran, mampu mengelola proses belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan berbagai media atau sumber belajar, dan mengelola interaksi belajar mengajar akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam mengajar di kelas. Guru   yang mampu menguasai landasan pendidikan akan mampu melaksanakan penilaian prestasi belajar peserta didik secara benar dan obyektif akan direspon dan dihargai oleh peserta didik.
Guru yang mampu menerapkan fungsi dan layanan bimbingan dan konseling dan mampu menyelenggarakan kegiatan administrasi sekolah akan dapat bekerjasama dengan petugas bimbingan dan konseling untuk membantu peserta didik dalam memecahkan masalahnya dan dalam melakukan kegiatan administrasi di sekolah. Guru yang memahami dan menafsirkan hasil penelitian untuk keperluan pengajaran dapat menerapkan hasil-hasil penelitian dalam meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di sekolah.
Menurut Jalal dan Supriadi (2001)[15], perlu disadari bahwa guru di sekolah tidak dapat mengaktualisasikan diri secara maksimal dan optimal, jika guru tidak menikmati kesejahteraan hidup dalam melaksanakan tugas-tugas pengajaran di sekolah. Hal ini diakibatkan oleh gaji yang diterima oleh mereka jauh dari memuaskan. Berbagai pihak berwenang di bidang pendidikan dan para pengurus organisasi profesi pendidikan telah merekomendasikan tentang perlunya pemberdayaan guru dan tenaga kependidikan lainnya melalui peningkatan kesejahteraan guru, peningkatan mutu guru, dan pengembangan karier guru.
Dengan demikian, tujuan umum supervisi pembelajaran adalah untuk mengembangkan situasi pengajaran yang lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan profesi mengajar, melalui supervisi pembelajaran diharapkan kualitas pengajaran yang dilakukan guru semakin meningkat, baik dalam mengembangkan kemampuan, yang selain ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan keterampilan mengajar yang dimiliki seorang guru, juga pada peningkatan komitmen, kemauan, dan motivasi yang dimiliki guru tersebut.[16]
Sargiovanni[17] menegaskan tujuan supervisi pembelajaran ini, yaitu:
1.      Meningkatkan efektivitas dan efisien proses pembelajaran.
2.      Pengawasan kualitas; supervisor dapat memonitor proses pembelajaran di sekolah
3.      Pengembangan profesional; supervisor dapat membantu guru mengembangkan kemampuannya dalam memahami pembelajaran, kehidupan di kelas, serta mengembangkan keterampilan mengajarnya.
Adapun prinsip-prinsip supervisi pembelajaran adalah: (1) supervisi merupakan bagian integral dari program pendidikan, ia merupakan jasa yang bersifat kooperatif. (2) semua guru memerlukan dan berhak atas bantuan supervisi. (3) supervisi hendaknya disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan perseorangan dari personil sekolah. (4) supervisi hendaknya membantu memperbaiki sikap dan hubungan dari semua anggota staf sekolah, dan hendaknya membantu dalam pengembangan hubungan sekolah dengan masyarakat secara baik. Dengan demikian maka supervisi pembelajaran akan berjalan dan pada ahkirnya menghasilkan guru yang kompetensi dan profesional dalam bidangnya masing-masing.
Oleh sebab itu, untuk menciptakan pembelajaran yang dinamis dan menyenangakan maka guru harus memiliki kompetensi. Komptensi guru sebagai agen pembelajaran mencakup kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional. Komptensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum/silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis,  pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[18]
Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh guru berkenaan dengan pribadi yang arif, berakhlak mulia, dan menjadi teladan bagi peserta didik. Kompetensi sosial ialah kemampuan guru dalam berkomunikasi dan beriteraksi sosial dengan semua pihak termasuk kepada peserta didik, dan kompetensi profesional ialah kemampuan guru dalam menunjukkan keahliannya sebagai guru profesional. [19]

B.     Supervisor membantu guru dalam meningkatkan program belajar mengajar.
Usaha meningkatkan kemampuan guru- guru dalam proses belajar mengajar, perlu pemahaman ulang. Mengajar tidak sekedar mengkomunikasikan pengetahuan agar diketahui subjek didik, tetapi mengajar harus diartikan menolong peserta didik agar dapat belajar. Mengajar adalah usaha menolong peserta didik agar mampu memahami konsep-konsep dan dapat memahami konsep yang dipahami. Selain mengajar harus disiapkan dengan baik. Guru perlu menyediakan waktu untuk mengadakan persiapan yang matang termasuk persiapan batin.Guru-guru dimotivasi agar selalu berusaha untuk merancangkan apa yang akan disajikan[20].
a.       Merancangkan proses belajar
Mengajar jangan dijadikan tugas rutin. Kalau berpandangan demikian akan terjadi kebosanan dalam tugas mengajar. Mengajar bukan hanya suatu pengetahuan, tetapi juga keterampilan atau memiliki kiat dalam mengajar. Jadi, guru seharusnya dipandang sebagai seorang ahli mode atau perancang program pembelajaran. Guru harus menguasai dan terlatih dalam menyusun sekenario pembelajaran. Melalui kelompok kerja guru pada suatu daerah tertentu ada kesepakatan dalam merancangkan model-model pembelajaran dengan bertempu pada komponen-komponen yang ditentukan dalam pedoman belajar-mengajar.
Ada berbagai model rancangan belajar-mengajar. Peter F. Oliva[21] mengemukakan beberapa model rangcangan belajar-mengajar antara lain:
1.      Model sederhana
Perencanaan; isinya mengenai segala apa yang akan diajarkan. Pelakasanaan; bagaimana cara meyajikan pelajaran. Evaluasi; menyusun evaluasi hasil belajar.
2.      Model empat bagian
Perumusan tujuan, Pretes, Pelaksanaan mengajar, Evaluasi.
3.      Model lima bagian
Rumusan pembelajaran umum, rumusan tujuan pembelajaran khusus, pretes, pelaksanaan KBM, Evaluasi.
Sementara Gagne dan Brigs[22] berpendapat tentang perencanaan atau model pembelajaran. Tahap awal dalam perencanaan dilakukan dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai. Dari tujuan yang ingin dicapai tersebut kemudian dilakukan analisis materi belajar yang akan disajikan dalam proses pembelajaran. Selanjutnya adalah mengelompokkan materi belajar dengan mendasarkan pada ketepatan waktu penyajian. Dari materi belajar tersebut kemudian dipilih metode dan media yang sesuai. Tahap berikutnya adalah melakukan sintesis terhadap berbagai komponen pembelajaran, hasil dari sintesis komponen pembelajaran kemudian dilakukan evaluasi. Hasil evaluasi kemudian dijadikan dasar dalam pemberian umpan balik.
Gambar model perencanaan pembelajaran menurut Gagne dan Brigs


 




                                                                                                                  


b.      Melaksanakan proses belajar-mengajar
Menurut Thomas Gordon[23], mengatakan bahwa matarantai yang harus diletakkan dalam proses belajar mengajar ialah hubungan-hubungan kemanusiaan. Pelajaran harus didasarkan pada penemuan kebutuhan dasar subjek didik. Untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar subjek didik guru membiasakan diri menggunakan bahasa penerimaan dan mengurangi bahasa penolakan. Guru harus sadar bahwa pengajaran bukanlah tujuan, tetapi pengajaran adalah alat untuk membentuk pribadi terdidik. Jadi guru lebih banyak memberi berbagai pengalaman belajar melalui berbagai kegiatan belajar yang bervariasi. Dengan cara demikian murid merasakan memperoleh penguatan (reinforcemnet) yang biasa dialami siswa ialah kesulitan belajar siswa dan siswa yang bermasalah.
Untuk itu guru perlu mendapatkan support dan bantuan dari supervisor. Disamping menciptakan suasana hubungan kemanusiaan, guru perlu menguasai sejumlah keterampilan dalam menemukan cara berfikir siswa dalam proses pembelajaran keterampilan dalam mejelaskan, keterampilan  bertanya, keterampilan dalam memberi penguatan, disamping memiliki cara mengajar yang mendorong siswa untuk belajar diri sendiri agar siswa memiliki kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri (self direction) menentukan diri sendiri (self determination) dan bertanggung jawab atas diri sendiri (self resposibelity), mengendalikan diri sendiri (self control), menidisiplinkan diri sendiri (self discipline) dan menilai diri sendiri (self evaluation). Salah satu kemampuan yang harus diingat ialah kemampuan dalam mengelola kelas, yaitu mengatur suasana yang hidup, memberdayakan berbagai sumber belajar sehingga menambah dorongan-dorongan yang kreatif dari para siswa yang belajar.
c.       Menilai proses dan hasil belajar
Melaksanakan penilaian terhadap proses dan hasil belajar peserta didik. Mengenai masalah penilaian yang perlu dibina ialah pemahan tentang proses dan hasil penilaian. Pertama, guru perlu memahami dengan jelas beda antara pengukuran dan penilaian. Untuk mengukur digunakan alat ukur seperti test atau bukan test. Hasil pengukuran diperoleh secara kuantitatif dalam bentuk angka (skor). Kebanyakan penilaian yang dilakukan guru ialah penilaian terhadap tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Pada umumnya kemampuan yang hendak dinilai ialah kemampuan kognitif.
Menurut S. Bloom[24] ada tiga domain dalam taksonomi tujuan pembelajaran: (1) domain kognitif, (2) domain afektif, (3) domain psikomotorik. Pada umumnya guru-guru yang sudah rutin kurang memperhatikan prinsip-prinsip penilaian sehingga cara memberi nilai sering tidak begitu tidak diperhatikan. Kebanyakan menganggap itu pekerjaan biasa. Selain memahami hakikat penilaian guru perlu juga memahami fungsi-fungsu evaluasi;
1.      Fungsi formatif: Hasil evaluasi dapat merupakan informasi balikan kepada guru-guru sehingga dapat memperbaiki hasil mengajarnya. Disamping informasi tentang tingkat penguasaan yang telah dicapai, siswa dapat juga merupakan informasi bagi guru agar dapat menganalisis kelemahan-kelemahan yang dilakukan dalam proses belajar-mengajar.
2.      Fungsi sumatif: evaluasi hasil belajar yang dilakukan pada akhir program pembelajaran, apakah ahkir catur wulan atau smester, dapat membantu guru untuk melihat kemajuan hasil belajar yang dicapai, yang dipakai untuk menyatakan lulus atau tdak. Hasil sumatif digunakan untuk memberi laporan kemajuan hasil belajar siswa kepada orang tua.
3.      Fungsi diagnostik: evaluasi dapat menggunakan kesulitan-kesulitan belajar siswa di kelas. Bila guru menghadapi perserta didik yang mengalami kesulitan belajar maka harus ada usaha mendiagnosis kesulitan belajar itu ada dua usaha perbaikan. Dalam hal ini diperlukan konsultan. Konsultan ini berfungsi sebagai supervisor.
d.      Mengembangkan manajemen kelas
Seorang guru dalam waktu mengajar, selalu berusaha untuk menciptakan suasana kelas yang menyenangkan. Suasana belajar yang menyenangkan mendorong gairah belajar tinggi. Salah satu masalah dalam menciptakan iklim belajar yang menyenangkan ialah msalah disiplin. Dalam setiap kegiatan proses pembelajar guru sering menghadapi perilaku siswa yang bermaslah.
Menurut Oliva, ada berbagai sebab timbulnya siswa yang bermasalah; sebab yang bersumber dari siswa sendiri, misalnya kuarangnya pendengaran, terganggunya penglihatan dan lain sebagainya. Sebab yang bersumber dari pengaruh teman sepermainan, misalnya teman sepermainan dari keluarga yang broken home atau hidupnya tidak teratur. Sebab yang bersumber dari sekolah, misalnya cara guru mengajar yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan penolakan siswa terhadap guru. Sebab yang bersumber dari lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat yang heterogen, daerah kemuka, daerah yang kurang bersih dalam pengertian lebih luas[25].
Bagaimana mengatasi masalah disiplin yang selama ini sering terjadi dan berakibat tidak baik terhadap pola pembelajaran. Pertama analisis terhadap sikap guru. Supervisor dalam hal ini dapat membantu guru menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya perilaku yang bermasalah. Berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap guru dengan perilaku siswa yang bermasalah, seperti yang dikemukakan Oliva, misalnya guru yang malas, guru yang suka mengkritik, guru yang terlalu keras, guru yang suka merokok, dapat menimbulkan rasa tidak senang kepada guru.
Kedua analisis terhadap gaya mengajar guru dan gaya belajar siswa, baik gaya mengajar guru, maupun gaya belajar siswa dapat menjadi sebab timbulnya perilaku yang bermasalah dan pelanggaran disiplin. Seperti yang dikemukakan B.B. Fischer, bahwa pelanggaran disiplin dapat disebabkan oleh salah satu gaya mengajar guru, misalnya guru mengajar terlalu cenderung pada pemberian tugas yang terlalu banyak, gaya yang mengutamakan meteri pelajaran, gaya mengajar yang mengakibatkan emosi siswa dan lain sebagainya.[26]
Maka dari itu menciptakan suasan belajar yang nyaman kondusif guru memiliki peran cukup aktif, artinya guru tidak hany fokus pada proses belajar manger di kelas, tetapi juga guru harus mengenali kelas sebagai tempat transformasi knowledge guru dengan peserta didik, juga guru harus menganalisis sikap guru itu sendiri dalam mengajar, apakah siswa sudah paham atau bahkan sebaliknya.
Disisi lain, juga guru dituntut mampu memperbaiki peserta didik yang bermasalah, disadari bahwa banyak siswa yang kesulitan dalam menangkap pelajaran yang dijelaskan para guru dalam kelas disini guru di tantang dengan tanggung jawab sebagai pendidik mampu membawa peserta didik keluar dari kesulitan dalam pelajaran dan menciptakan peserta didik senang terhadap pelajaran itu sendiri.  
C.    Analisis
Keberhasilan pendidikan formal erat hubungannya dengan guru karena guru berperan langsung menjadi actor kegiatan pembelajaran, tanpa guru proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan lancar. Peranan guru tidak dapat digantikan oleh alat lain sebab pada diri guru terdapat unsur pendidikannya. Bagi para siswa, guru merupakan orang yang paling berperan dalam berbagai hal. Segala aktivitas guru selalu dijadikan suri tauladan oleh siswa sebab tugas utamanya adalah mengajar, mendidik, melatih, membimbing, dan mengarahkan siswa. Satu hal yang kurang wajar apabila guru melakukan hal-hal yang negative sebab mulai dari ucapan sampai pada perilaku selalu dijadikan pegangan oleh siswa.
Guru yang diharapkan dalam pelaksanaan pembelajaran adalah guru yang profesional. Guru yang profesional sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan dan keberhasilan pembelajaran. Adapun ciri guru yang profesional menurut Usman[27] (2005), yakni; kompetensi pribadi yang meliputi: mengembangkan kepribadian, berinterkasi dan berkomunikasi, melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, melaksanakan administrasi sekolah, melaksanakan penelitihan sederhana untuk keperluasan pembelajaran.
Kompetensi pedagogik, merupakan kemampuan yang bersentuhan langsung dengan pemahaman peserta didik. Selanjutnya kompentensi sosial, yang berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Profesionalisme guru sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk didalamnya peran supervisor sebagai pengawas organisasi sekolah harus mampu melaksanakan tugasnya dengan baik agar dapat menjadi panutan yang baik bagi bawahannya. Berbagai fungsi dan peranannya harus dijadikan sebagai landasan dalam melakasanakan kepemimpinannya sebagai pengawas organisasi sekolah.
Untuk menciptakan profesionalisme guru dan lulusan yang baik, maka supervisor merupakan potensi yang sangat penting dalam menciptakan hal tersebut. secara umum tugas supervisor yakni membina, membantu, mengevaluasi dan menilai[28], pengawas sebagai supervisor dibebani peran dan tanggung jawab memantau, membina, dan memperbaiki proses belajar-mengajar di kelas atau di sekolah[29] dengan demikian supervisor membantu guru guna memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran dan kurikulum, baik secara individual atau secara kelompok untuk membantu guru dalam pembelajaran.
Problematika yang sering terjadi di lapangan adalah kurangnya komunikasi yang baik antara supervisor sebagai pengawas organisasi sekolah dengan guru sebagai pelaku dalam proses belajar-mengajar yang tahu betul kondisi peserta didik. Sehingga supervisor yang tugasnya membantu guru dalam proses pengembangan pembelajaran kurang efektif, dan guru merasa canggung untuk berkomunikasi dan sharing ide dengan supervisor sebagai patner kerja di sisi lain, beranggapan akan ketahuan kesalahan guru dalam proses belajar-mengajar.
Menurut hemat penulis, untuk menciptakan profesionalisme guru dalam proses  belajar-mengajar yang efektif adalah peran supervisor sebagai pengawas organisasi sekolah harus konsisten dengan tugas dan tanggung jawab sebagai supervisor dalam membantu guru dalam membina dan mengembangkan potensi guru di dalam proses pembelajaran, dan guru sebagai pelaku dalam proses belajar mengajar yang bersentuhan langsung dengan peserta didik, guru juga harus mampu menunjukkan profesionalisme dan komptensinya terutama komptensi pedagogik sebagai pendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi[30], sehingga guru betul-betul menjadi seri tauladan bagi peserta didik.
Dengan adanya hubunagn yang baik dan sinergi antara supervisor sebagai pengawas organisasi sekolah dan guru sebagai pendidik, pembimbing dan pengevaluasi siswa dalam belajar-mengajar diharapkan bisa menciptakan potensi sumber daya guru dalam belajar-mengajar menjadi lebih baik, dan diharapkan bisa menciptakan lembaga pendidikan yang bermutu, yang menghasilkan lulusan yang kompetitif sesuai dengan kelebihan siswa masing-masing, yang paling penting bisa hidup berdampingan yang aman, tertib dengan masyarakat yang multi kultur, dan heterogen.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Supervisi pengajaran ialah kegiatan-kegiatan kepengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi baik personel maupun material yang memungkinkan terciptanya situasi belajar-mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan demikian, apa yang telah dikemukakan di dalam uraian terdahulu tentang pengertian supervisi beserta definisi-definisinya dapat digolongkan ke dalam supervisi pengajaran. Tujuan supervisi pengajaran secara umum adalah untuk memantau dan mengawasi kinerja para staf sekolah dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing agar para staf sekolah tersebut dapat bekerja secara profesional dan mutu kinerjanya meningkat. Supervisi secara khusus kepada staf guru di sekolah adalah untuk meningkatkan mutu profesionalisme dan kinerja guru dalam melaksanakan empat kompetensi utama guru secara professional, yaitu kompetensi pedagogik, sosial professional, dan kepribadian.
2.      Merancangkan proses belajar; Guru harus menguasai dan terlatih dalam menyusun sekenario pembelajaran. Melaksanakan proses belajar-mengajar; Guru harus sadar bahwa pengajaran bukanlah tujuan, tetapi
3.      pengajaran adalah alat untuk membentuk pribadi terdidik. Jadi guru lebih banyak memberi berbagai pengalaman belajar melalui berbagai kegiatan belajar yang bervariasi. Dengan cara demikian murid merasakan memperoleh penguatan (reinforcemnet) yang biasa dialami siswa ialah kesulitan belajar siswa dan siswa yang bermasalah. Menilai proses dan hasil belajar;  Kebanyakan penilaian yang dilakukan guru ialah penilaian terhadap tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Pada umumnya kemampuan yang hendak dinilai ialah kemampuan kognitif. Mengembangkan manajemen kelas; Seorang guru dalam waktu mengajar, selalu berusaha untuk menciptakan suasana kelas yang menyenangkan. Suasana belajar yang menyenangkan mendorong gairah belajar tinggi.

DAFTAR RUJUKAN

Gordon Thomas, (1979) Teacher Effectiveness Of Education in Elementary School, Journal of Teacher Education

Hanafiah Nanang, Suhana Cucu, (2010), Kosep Strategi Pembelajaran, Refika Aditama, Bandung.

Iskandar, Mukhtar, (2009), Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, Gaung Persada, Jakarta.

Nurhayati B, HadiS Abdul, (2010), Manajemen Mutu Pendidikan, Alfabeta, Bandung.

Pidarta Made, (2009), Supervisi Pendidikan Kontekstual, Rineka Cipta, Jakarta.

Prabowo Listiyo Sugeng, Nurmaliyah Faridah, (2010), Perencanaan Pembelajaran Pada Bidang Studi, Bidang Studi Tematik, Muatan Lokal, Kecakapan Hidup, Bimbingan Konseling, UIN Maliki, Malang.

Purwanto M. Angalim, (2010), Administrasi dan Supervisi Pendidikan, PT Remaja Rosda Karya, Bandung.

Peraturam Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007, tentang Pengawas Sekolah/Madrasah

Sahertian, A. Piet., (2008) Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Renika Cipta, Jakarta.

Sanjaya Wina, (2010), Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan, Kencana, Jakarta.

Suryana AA, Faturrahman Pupuh, (2011), Supervisi Pendidikan Dalam Pengembangan Proses Pengajaran, Refika Aditama, Bandung.

Usman Moh. Uzer, (2005) Menjadi Guru Profesional, Rosdakarya, Bandung.

Suhardan Dadang, (2010) Super Profesional Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran  di Era Otonomi Daeraha, Alfabeta, Bandung

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen




[1] Prof. Dr. H. Mukhtar, M.Pd, Dr. Iskandar, M.Pd, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, Jakarta, Gaung Persada, 2009, hal, 1
[2] Pfof. Drs. Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Manusia, Jakarta, Rineka Cipta, 2008, hal, 1
[3] Prof. Dr. H. Dadang Suhardan, M.Pd, Super Profesional Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran  di Era Otonomi Daeraha, Bandung, 2010, Alfabeta, 84.
[4] Prof. Dr. Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual, Jakarta, Rineka Cipta, 2009, hal, 1-2.
[5] Prof. Pupuh Fathurrahman, Dr. AA suryana, MM, Supervisi Pendidikan Dalam Pengembangan Proses Pembelajaran, Bandung, Refika Aditama, 2011, hal, 3
[6] Prof. Drs. Piet A. Sahertian, Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta, Renika Cipta, 2008, 17
[7] Ibd, 18
[8] Prof. Pupuh Faturrahman, Dr. AA Suryana, MM, Supervisi Pendidikan Dalam Pengembangan Proses Pengajaran, Bandung, Refika Aditama, 51
[9] Prof.Dr. H. Abdul Hadis, M.Pd, Prof. Dr. Hj. Nurhayati B., M.Pd, Manajemen Mutu Pendidikan, Bandung, Alfabeta, 2010, 12.
[10] Ibid, 15-16
[11] Drs. M. Angalim Purwanto, MP, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung, PT Remaja Rosda Karya, 2010, 89
[12] Prof. Pupuh Faturrahman, Dr. AA Suryana, MM, Supervisi Pendidikan Dalam Pengembangan Proses Pengajaran, Bandung, Refika Aditama,2011, 53-54
[13] Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
[14] Prof.Dr. H. Abdul Hadis, M.Pd, Prof. Dr. Hj. Nurhayati B., M.Pd, Manajemen Mutu Pendidikan, Bandung, Alfabeta, 2010, 19
[15] Ibid, 20-21
[16] Prof. Dr. H. Mukhtar, M.Pd, Dr. Iskandar, M.Pd, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, Jakarta: Gaung Persada, 2009, 53
[17] Ibid, 54
[18] Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd, Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan, Jakarta, Kencana, 2010, 279.
[19] Dr. Nanang Hanafiah, M.M.Pd, Drs. Cucu Suhana, M.M.Pd, Kosep Strategi Pembelajaran, Bandung, Refika Aditama, 2010, 104-105.
[20] Prof. Drs. Piet A. Sahertian, Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta, Renika Cipta, 2008, 134
[21] Ibid, 135
[22] Dr. Sugeng Listiyo Prabowo, Faridah Nurmaliyah, S.Pd, Perencanaan Pembelajaran Pada Bidang Studi, Bidang Studi Tematik, Muatan Lokal, Kecakapan Hidup, Bimbingan Konseling, Malang, UIN Maliki, 2010, 9-10
[23] Thomas Gordon, Teacher Effectiveness Of Education in Elementary School, Journal of Teacher Education, 1979, 30
[24] Prof. Drs. Piet A. Sahertian, Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta, Renika Cipta, 2008,142
[25]Ibid, 146
[26] Kemp (1995) dalam Wina sanjaya, menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan yang harus dikerjakan  guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Hal ini juga di pertegas oleh Dick dan Carey (1985) bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.
[27] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung, Rosdakarya, 2005, 16-19
[28] Peraturam Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007, tentang Pengawas Sekolah/Madrasah
[29] Lihat di silabus Supervisi Pendidikan Islam, dosen Pengampu Prof. Dr. H. Djunaidi Ghony
[30] Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 1 ayat 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar