Islam Liberal
03/14/2002 - Arsip Artikel
03/14/2002 - Arsip Artikel
Perkembangan pemikiran Islam
berjalan sesuai dengan perkembangan sejarah manusia muslim. Berbagai masalah
timbul dan terjadi membutuhkan pemecahan. Pada abad-abad jarah perkembangan
Islam tidak banyak diwarnai peninjauan ulang terhadap berbagai pemikiran tetapi
setelah abad ketiga dengan diadopsinya filsafat Yunani oleh para intdektual
muslim menjadikan babak baru bagi perdebatan pemikiran Islam yang melahirkan
banyak trend pemikiran.
Perjalanan pemikiran Islam itu
juga dipengaruhi oleh naik turunnya kekuasaan pada abad ke-15, terjadi
kemerosotan pemikiran Islam serta ditandai oleh kejumudan berpikir sehingga
kekuasaan para penjajah menjadi kuat di hampir semua negara Islam yang
terjajah, apa lagi para penjajah ini juga membawa konsepsi pemikiran yang
sengaja dikembangkan untuk menyingkirkan atau paling tidak memdistorsi
pemikiran Islam. Karena itu terjadi penurunan pemikiran di antara umat Islam
sendiri. Ada
yang ingin mempertahankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan mereka, kelompok
ini disebut oleh para orientalis sebagai kelompok konservatif sedangkan anti
tesa dari kelompok ini adalah kelompok yang menginginkan perubahan dalam
pemikiran Islam sehingga ditarik sedemikian rupa agar sesuai dengan pemikiran
modern yang nota bene adalah model Barat. Kelompok kedua inilah disebut dengan
kelompok yang berpandangan Liberal (Liberal Islam).
Istilah Islam Liberal
Para orieiitalis Barat berbeda
pendapat ketika menilai Islam. Charles Kurzman mencatat sejumlah tokoh yang
menilai Islam secara pesimis, seperti Voltaire (1745) dalain bukunya "Mahomet
of Fanaticism" menilai bahwa Islam identik dengan kefanatikan. Dalam
terminologi politik, kekuasaan Islam berarti dispotisme (kesewenang-wenangan),
kata Montesquie, demikian juga Francis Bacon (1622) yang mengidentikkan
kekuasaan Islam dengan Monarki Absolut. Sedangkan di bidang militer Islam
identik dengan teror seperti diungkap oleh Eugene Delacroix (1824). Bahkan
sastrawan Ernest Renon (1862) berpendapat bahwa tradisi Islam identik dengan
keterbelakangan dan primitif.
Namun demikian banyak terdapat sejumlah
tokoh orientalis Barat yang memandang Islam secara objektif seperti Arnold
Toynbee dalam bukunya "The Preaching of Islam " atau John L.
Esposito dalam bukunya "The Islamic Threat: Mith or Reality"
lebih positif lagi adalah para tokoh Barat yang masuk Islam seperti Leopold
Asad, Maryam Jamilah yang menulis buku "Islam and Modernism"
dan Roger Gerandy yang menulis "Tromisses De L' Islam."
Menurut Kurzman, bahwa biasanya
membicarakan Islam Liberal berarti membandingkannya dengan Liberalisme Barat
yang intinya pada daya kritisnya, meskipun terdapat perbedaan diantara
keduanya, karena Liberal Islam masih berpijak kepada Al-Quran dan Hadis serta
sejarah Islam. Sedangkan menurut Prof. William Montgomery Watt bahwa istilah
Islam menunjuk kepada kaum muslimin yang menghargai pandangan Barat dan merasa
bahwa kritikan terselubung atau terang-terangan terhadap Islam sebagiannya
dapat dibenarkan. Mereka memandang dirinya sebagai umat Islam dan berkehendak
menjalani kehidupannya sebagai Muslim. Istilah Liberal Islam identik dengan
kalangan modernis dan neo mu'tazilah.
Perkembangan Islam Liberal
Liberal Islam bagi Kurzman,
sama seperti kaum pembaharuan yang menyerukan kepada modernitas dan meninggalkan
keterbelakangan masa lalu serta menyerukan kapada pengembangan teknologi,
ekonomi, demokrasi dan hak-hak resmi. Para tokoh pembaharuan yang disebut-sebut
berpengaruh adalah Muhammmad bin Abdul Wahhab dari Saudi Arabia, syekh Jibril
bin Umar AI-Aqdisi dari Afrika Barat, Haji Miskin dari Sumatra, Haji Syariat
Allah dan Ahmed Brelwi dari Asia Selatan dan Ma Ming Xin dari Cina. Tetapi
pengaruh Liberal Islam yang paling kuat dari pembaharuan India yang
bemama Shah Wali Allah Addahlawi (1703-1762). Sedangkan Montgomery Watt
memandang bahwa Liberal Islam bermula pada abad 19 sampai masa kemerdekaan
(1945).
Tokoh-tokoh Islam Liberal
Para tokoh kaum Liberal Islam yang
paling menonjol dan banyak dicatat oleh para penulis Barat adalah Sayyid
Ahmad Khan (1817-1898) dari India.
Beliau melihat bahwa perlakuan Inggris terhadap kaum muslimin di negaranya
sangat sengsara dan diperlakukan tidak adil. Sementara warga hindu
dianak-emaskan. Sebagai contoh di kota Bengal, departemen-departemen
pemerintahan diletakkan para insinyur, akuntan dan pegawai lainnya dari warga
Hindu sementara warga muslim satu dua orang dari 300 anak di perguruan tinggi
Inggris di Calcutta tidak sampai 1% adalah orang-orang muslim. Maka Ahmad Khan
menulis buku untuk disampaikan kepada pemerintah Inggris di India atas
berbagai perlakuan ketidakadilan dan perbuatan sernena-rnena yang menyebabkan
kebencian warga muslim kepada Inggris. Sampai pada saatnya tahun 1869 Sayyid
Ahmad Khan urnurnya sudah 52 tahun, ia pergi menemani anaknya yang sekolah ke
Inggris. Keberangkatannya itu bermaksud untuk mengumpulkan bahan guna membantah
para tokoh orientalis Inggris yang menyudutkan sejarah Nabi Muhammad SAW,
sampai selesai tulisan berjudul "Essays on The Life of Muhammad"
yang berbau apologis narnun tak lama kemudian buku itu diungguli oleh tokoh
liberal India bernama Sayyid Amir Ali (1849-1928), namun demikian Sayyid Ahmad
Khan telah berhasil memompa semangat kaum muslimin dengan membujuk mereka
mengambil kebijaksanaan bekerja sama dengan Inggris. Upaya ini melibatkan
penerimaan nilai-nilai Barat hingga taraf tertentu, karena secara tidak
langsung dinyatakan bahwa generasi muda muslim akan memasuki sekolah-sekolah
yang dibangun guna mendidik mereka menjadi abdi negara. Salah satu prestasi
Ahmad Khan adalah pembukaan suatu kolase pada 1877 yang menjadi cikal bakal
Universitas Aliqrah yang resmi berdiri pada 1920.
Sedangkan Sayyid Amir Ali dengan
bukunya yang terkenal "The Spirit Of Islam" dalarn edisi Indonesia
berjudul "Api Islam " itu pada hakekatnya merupakan suatu
pandangan tentang Islam dan pembawaannya yang mewujudkan seluruh nilai liberal
yang di puja di Inggris pada masa Ratu Victoria.
Amir Ali berpandangan bahwa Muhammad adalah "Guru Agung'' seorang yang
percaya kepada kemajuan, yang menjunjung tinggi penggunaan akar dan bahkan
pelopor agung rasionalisme, yaitu seorang manusia yang benar-benar modern.
Islam dipandang sebagai agama paling ideal, yang menanarnkan suatu kepercayaan
yang besar kepada Tuhan dan menekankan kesucian moral serta kode etik yang tinggi.
Perang-perang yang dilakukannya semata-mata bersifat defensif yang mengangkat
martabat wanita, memperbaiki nasib para budak dan mencela perbudakan yang
menganjurkan pengetahuan dan ilmu serta menegaskan tanggung jawab manusia dan
karsa bebasnya. Di Sudan, muncul Sadiq AI-Mahdi sebagai figur politik yang
mendukung gagasan Liberal Islam yang menghendaki Islamisasi yang lebih luas
tetapi bukan dengan jalan membentuk masyarakat masa kini dalam cetakan
intelektual dan sosial generasi Islam yang menganggap "babwa sya'riah
cukup lentur untuk mengijinkan hal ini. Caranya yaitu melampaui madzhab-madzhab
hukum Islam dan hanya terikat pada Al-Qur'an dan sunnah serta mampu mengatasi
kondisi-kondisi masa kini. Perjuangan itu selanjutnya dikembangkan oleh Dr.
Hassan Turabi yang kemudian mengahadapi tantangan hebat dari para ulama
setempat seperti Dr. Syaikh Ja'far ldris, Amir AI-Haj dll.
Keberhasilan kaum Liberal Islam yang paling
menonjol adalah ditangan Mustafa Kamal Ataturk (l924) sebagai lembaga sakral
umat Islam di dunia, dan merubah pendidikan Islam tradisional menjadi ala Barat
bahkan melarang peagajaran bahasa arab sampai-sampai adzanpun tidak
diperbolehkan pakai bahasa arab tetapi dikumandangkan dengan bahasa Turki.
Suara penolakan khilafah Islamiah sebagai institusi pemerintahan Islam digugat
oleh Ali Abd. Raziq (1925) dari Mesir. la mengkritik keabsahan
kekhalifahan, tetapi juga mempertanyakan dasar-dasar kekuasaan dalam Islam.Di
Indonesia gagasan Islam Liberal diteliti oleh Dr. Greg Barton
yang ditulis dalam disertasi doktornya di Monash University, Melbourne,
Australia. Penelitian ditekankan mulai tahun 1960 sampai 1990. Gerakan dan
pemikiran ini telah mempelopori perkembangan lslam Liberal yang disebut
Neo-Modemisme Islam yang telah berpengaruh pada tataran keagamaan, sosial, dan
politik.
Gerakan ini secara luas tumbuh
dilingkungan para Intelektual yang memiliki latar belakang modern, yang
dikombinasikan dengan pendidikan Islam klasik. Kemunculannya di Indonesia
merupakan pendorong bagi terbitnya kebangkitan baru satu generasi muslim,
terutama kelas menengah kota,
sehingga mampu berperan secara lebih liberal dan progresif untuk sebuah
Indonesai baru. Disertasi itu memfokuskan kepada empat tokoh penarik gerbong
liberal Islam di Indonesia yaitu, Abdurrahman Wahid (Gus Dur, mantan presiden
RI ke-4), Dr. Nurcholis Majid (ketua yayasan Paramadina), Johan Efendi
(sekertaris Gus Dur di istana) dan Ahmad Wahid (telah wafat). Barton mencoba
menempatkan mereka dalam konteks globalisasi dan modemnisasi yang lebih luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar