Senin, 07 Oktober 2013

ISLAM LIBERAL



Islam Liberal
03/14/2002 - Arsip Artikel
Perkembangan pemikiran Islam berjalan sesuai dengan perkembangan sejarah manusia muslim. Berbagai masalah timbul dan terjadi membutuhkan pemecahan. Pada abad-abad jarah perkembangan Islam tidak banyak diwarnai peninjauan ulang terhadap berbagai pemikiran tetapi setelah abad ketiga dengan diadopsinya filsafat Yunani oleh para intdektual muslim menjadikan babak baru bagi perdebatan pemikiran Islam yang melahirkan banyak trend pemikiran.
Perjalanan pemikiran Islam itu juga dipengaruhi oleh naik turunnya kekuasaan pada abad ke-15, terjadi kemerosotan pemikiran Islam serta ditandai oleh kejumudan berpikir sehingga kekuasaan para penjajah menjadi kuat di hampir semua negara Islam yang terjajah, apa lagi para penjajah ini juga membawa konsepsi pemikiran yang sengaja dikembangkan untuk menyingkirkan atau paling tidak memdistorsi pemikiran Islam. Karena itu terjadi penurunan pemikiran di antara umat Islam sendiri. Ada yang ingin mempertahankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan mereka, kelompok ini disebut oleh para orientalis sebagai kelompok konservatif sedangkan anti tesa dari kelompok ini adalah kelompok yang menginginkan perubahan dalam pemikiran Islam sehingga ditarik sedemikian rupa agar sesuai dengan pemikiran modern yang nota bene adalah model Barat. Kelompok kedua inilah disebut dengan kelompok yang berpandangan Liberal (Liberal Islam).

Istilah Islam Liberal
Para orieiitalis Barat berbeda pendapat ketika menilai Islam. Charles Kurzman mencatat sejumlah tokoh yang menilai Islam secara pesimis, seperti Voltaire (1745) dalain bukunya "Mahomet of Fanaticism" menilai bahwa Islam identik dengan kefanatikan. Dalam terminologi politik, kekuasaan Islam berarti dispotisme (kesewenang-wenangan), kata Montesquie, demikian juga Francis Bacon (1622) yang mengidentikkan kekuasaan Islam dengan Monarki Absolut. Sedangkan di bidang militer Islam identik dengan teror seperti diungkap oleh Eugene Delacroix (1824). Bahkan sastrawan Ernest Renon (1862) berpendapat bahwa tradisi Islam identik dengan keterbelakangan dan primitif.
Namun demikian banyak terdapat sejumlah tokoh orientalis Barat yang memandang Islam secara objektif seperti Arnold Toynbee dalam bukunya "The Preaching of Islam " atau John L. Esposito dalam bukunya "The Islamic Threat: Mith or Reality" lebih positif lagi adalah para tokoh Barat yang masuk Islam seperti Leopold Asad, Maryam Jamilah yang menulis buku "Islam and Modernism" dan Roger Gerandy yang menulis "Tromisses De L' Islam."
Menurut Kurzman, bahwa biasanya membicarakan Islam Liberal berarti membandingkannya dengan Liberalisme Barat yang intinya pada daya kritisnya, meskipun terdapat perbedaan diantara keduanya, karena Liberal Islam masih berpijak kepada Al-Quran dan Hadis serta sejarah Islam. Sedangkan menurut Prof. William Montgomery Watt bahwa istilah Islam menunjuk kepada kaum muslimin yang menghargai pandangan Barat dan merasa bahwa kritikan terselubung atau terang-terangan terhadap Islam sebagiannya dapat dibenarkan. Mereka memandang dirinya sebagai umat Islam dan berkehendak menjalani kehidupannya sebagai Muslim. Istilah Liberal Islam identik dengan kalangan modernis dan neo mu'tazilah.
Perkembangan Islam Liberal
Liberal Islam bagi Kurzman, sama seperti kaum pembaharuan yang menyerukan kepada modernitas dan meninggalkan keterbelakangan masa lalu serta menyerukan kapada pengembangan teknologi, ekonomi, demokrasi dan hak-hak resmi. Para tokoh pembaharuan yang disebut-sebut berpengaruh adalah Muhammmad bin Abdul Wahhab dari Saudi Arabia, syekh Jibril bin Umar AI-Aqdisi dari Afrika Barat, Haji Miskin dari Sumatra, Haji Syariat Allah dan Ahmed Brelwi dari Asia Selatan dan Ma Ming Xin dari Cina. Tetapi pengaruh Liberal Islam yang paling kuat dari pembaharuan India yang bemama Shah Wali Allah Addahlawi (1703-1762). Sedangkan Montgomery Watt memandang bahwa Liberal Islam bermula pada abad 19 sampai masa kemerdekaan (1945).
Tokoh-tokoh Islam Liberal
Para tokoh kaum Liberal Islam yang paling menonjol dan banyak dicatat oleh para penulis Barat adalah Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) dari India. Beliau melihat bahwa perlakuan Inggris terhadap kaum muslimin di negaranya sangat sengsara dan diperlakukan tidak adil. Sementara warga hindu dianak-emaskan. Sebagai contoh di kota Bengal, departemen-departemen pemerintahan diletakkan para insinyur, akuntan dan pegawai lainnya dari warga Hindu sementara warga muslim satu dua orang dari 300 anak di perguruan tinggi Inggris di Calcutta tidak sampai 1% adalah orang-orang muslim. Maka Ahmad Khan menulis buku untuk disampaikan kepada pemerintah Inggris di India atas berbagai perlakuan ketidakadilan dan perbuatan sernena-rnena yang menyebabkan kebencian warga muslim kepada Inggris. Sampai pada saatnya tahun 1869 Sayyid Ahmad Khan urnurnya sudah 52 tahun, ia pergi menemani anaknya yang sekolah ke Inggris. Keberangkatannya itu bermaksud untuk mengumpulkan bahan guna membantah para tokoh orientalis Inggris yang menyudutkan sejarah Nabi Muhammad SAW, sampai selesai tulisan berjudul "Essays on The Life of Muhammad" yang berbau apologis narnun tak lama kemudian buku itu diungguli oleh tokoh liberal India bernama Sayyid Amir Ali (1849-1928), namun demikian Sayyid Ahmad Khan telah berhasil memompa semangat kaum muslimin dengan membujuk mereka mengambil kebijaksanaan bekerja sama dengan Inggris. Upaya ini melibatkan penerimaan nilai-nilai Barat hingga taraf tertentu, karena secara tidak langsung dinyatakan bahwa generasi muda muslim akan memasuki sekolah-sekolah yang dibangun guna mendidik mereka menjadi abdi negara. Salah satu prestasi Ahmad Khan adalah pembukaan suatu kolase pada 1877 yang menjadi cikal bakal Universitas Aliqrah yang resmi berdiri pada 1920.
Sedangkan Sayyid Amir Ali dengan bukunya yang terkenal "The Spirit Of Islam" dalarn edisi Indonesia berjudul "Api Islam " itu pada hakekatnya merupakan suatu pandangan tentang Islam dan pembawaannya yang mewujudkan seluruh nilai liberal yang di puja di Inggris pada masa Ratu Victoria. Amir Ali berpandangan bahwa Muhammad adalah "Guru Agung'' seorang yang percaya kepada kemajuan, yang menjunjung tinggi penggunaan akar dan bahkan pelopor agung rasionalisme, yaitu seorang manusia yang benar-benar modern. Islam dipandang sebagai agama paling ideal, yang menanarnkan suatu kepercayaan yang besar kepada Tuhan dan menekankan kesucian moral serta kode etik yang tinggi. Perang-perang yang dilakukannya semata-mata bersifat defensif yang mengangkat martabat wanita, memperbaiki nasib para budak dan mencela perbudakan yang menganjurkan pengetahuan dan ilmu serta menegaskan tanggung jawab manusia dan karsa bebasnya. Di Sudan, muncul Sadiq AI-Mahdi sebagai figur politik yang mendukung gagasan Liberal Islam yang menghendaki Islamisasi yang lebih luas tetapi bukan dengan jalan membentuk masyarakat masa kini dalam cetakan intelektual dan sosial generasi Islam yang menganggap "babwa sya'riah cukup lentur untuk mengijinkan hal ini. Caranya yaitu melampaui madzhab-madzhab hukum Islam dan hanya terikat pada Al-Qur'an dan sunnah serta mampu mengatasi kondisi-kondisi masa kini. Perjuangan itu selanjutnya dikembangkan oleh Dr. Hassan Turabi yang kemudian mengahadapi tantangan hebat dari para ulama setempat seperti Dr. Syaikh Ja'far ldris, Amir AI-Haj dll.
 Keberhasilan kaum Liberal Islam yang paling menonjol adalah ditangan Mustafa Kamal Ataturk (l924) sebagai lembaga sakral umat Islam di dunia, dan merubah pendidikan Islam tradisional menjadi ala Barat bahkan melarang peagajaran bahasa arab sampai-sampai adzanpun tidak diperbolehkan pakai bahasa arab tetapi dikumandangkan dengan bahasa Turki. Suara penolakan khilafah Islamiah sebagai institusi pemerintahan Islam digugat oleh Ali Abd. Raziq (1925) dari Mesir. la mengkritik keabsahan kekhalifahan, tetapi juga mempertanyakan dasar-dasar kekuasaan dalam Islam.Di Indonesia gagasan Islam Liberal diteliti oleh Dr. Greg Barton yang ditulis dalam disertasi doktornya di Monash University, Melbourne, Australia. Penelitian ditekankan mulai tahun 1960 sampai 1990. Gerakan dan pemikiran ini telah mempelopori perkembangan lslam Liberal yang disebut Neo-Modemisme Islam yang telah berpengaruh pada tataran keagamaan, sosial, dan politik.
Gerakan ini secara luas tumbuh dilingkungan para Intelektual yang memiliki latar belakang modern, yang dikombinasikan dengan pendidikan Islam klasik. Kemunculannya di Indonesia merupakan pendorong bagi terbitnya kebangkitan baru satu generasi muslim, terutama kelas menengah kota, sehingga mampu berperan secara lebih liberal dan progresif untuk sebuah Indonesai baru. Disertasi itu memfokuskan kepada empat tokoh penarik gerbong liberal Islam di Indonesia yaitu, Abdurrahman Wahid (Gus Dur, mantan presiden RI ke-4), Dr. Nurcholis Majid (ketua yayasan Paramadina), Johan Efendi (sekertaris Gus Dur di istana) dan Ahmad Wahid (telah wafat). Barton mencoba menempatkan mereka dalam konteks globalisasi dan modemnisasi yang lebih luas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar